REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri yang terjadi beberapa waktu terakhir menjadi perhatian banyak pihak. Bio Farma sebagai BUMN penghasil vaksin mengambil kebijakan untuk menelaah kembali permintaan ekspor vaksin difteri melalui UNICEF untuk negara berkembang, guna memenuhi permintaan vaksin difteri dalam negeri.
"Kami memiliki pasokan vaksin dengan kandungan difteri yaitu DTP-HB-Hib (Difteri Tetanus Pertusis Hepatitis B Haemophylus Influenza Type B) untuk anak usia 1 5 tahun, DT (Difteri Tetanus) untuk anak usia 5 7 tahun dan Td (Tetanus Difteri) untuk anak usia 7 19 tahun," ujar Corporate Secretary Bio Farma Bambang Heriyanto dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (12/12).
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI telah melakukan penanggulangan segera untuk memutuskan penularan, menurunkan jumlah kasus difteri, dan pencegahan. Tujuannya, agar penyakit tersebut tidak semakin meluas melalui tindakan Outbreak Response Immunization (ORI) di tiga provinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten, dengan vaksin yang mengandung difteri.
Vaksin tersebut diberikan untuk pencegahan penyakit difteri, sedangkan untuk suspect difteri, Bio Farma akan menyiapkan Anti Difteri Serum (ADS).
"Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap mutu vaksin buatan Bio Farma, karena produk yang dihasilkan melalui pengawasan kualitas yang ketat dan sistem rantai dingin dengan teknologi Vaccine Vial Monitor (VVM) untuk menjamin vaksin berkualitas, aman dan efektif," ucap Bambang.
Pada tanggal 5 hingga 7 Desember 2017 telah diselenggarakan pertemuan Tingkat Menteri Kesehatan Negara-Negara Islam di Jeddah, Arab saudi. Hasil pertemuan tersebut, Indonesia dinyatakan sebagai Centre of Excellence (Pusat Penelitian Bersama) untuk bidang vaksin dan Bioteknologi.
Sebelum dinyatakan sebagai Centre of Excellence, Bio Farma sudah terlebih dahulu mengeskpor produk-produk vaksinnya termasuk vaksin yang mengandung difteri ke negara-negara Islam.