REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menanggapi isu yang beredar tentang tidak dijaminnya peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang merokok lantaran efek buruk dari rokok dengan pertimbangan pencegahan konsumsi tembakau. Staf Ahli Kemenkes Bidang Ekonomi Kesehatan Donald Pardede di Jakarta, Kamis (7/12), mengakui bahwa menjustifikasi suatu penyakit katastropik murni diakibatkan oleh rokok tidaklah mudah.
"Misalnya sakit kanker paru, memang salah satu penyebabnya adalah rokok, tapi untuk memastikan itu akibat rokok itu tidak mudah," kata Donald, Kamis.
Namun, dia juga tidak menampik ada semangat dari berbagai pihak di sektor kesehatan untuk tidak menjamin biaya pengobatan bagi perokok. Tapi sekali lagi ditegaskan bahwa hal itu tidak mudah dijalani. Dia mengatakan, Kemenkes lebih bergerak pada sektor hulunya dengan mencegah masyarakat untuk merokok dan menganjurkan perokok untuk berhenti.
"Kemenkes lebih memilih gerakan ke hulunya. Bagaimana membuat orang tidak merokok lebih penting ketimbang menghukum orang yang merokok ketika sakit. Dan pembuktian penyakit akibat rokok itu sulit," ucap dia.
Kemenkes sudah menyediakan akses layanan konseling berhenti merokok melalui saluran telepon bebas biaya yang disediakan. Layanan ini dinamakan Quit Line Berhenti Merokok yang dapat diakses melalui nomor telepon 0-800-177-6565 pada hari Senin sampai Sabtu pukul 08.00 hingga 16.00 WIB tanpa dipungut biaya.
Diharapkan, layanan tersebut dapat membantu mereka yang ingin berhenti merokok tetapi memiliki keterbatasan akses dan waktu. Melalui komunikasi via telepon, klien yang ingin berhenti merokok dapat diberikan konseling dan bimbingan, serta rujukan jika sekiranya membutuhkan tindak lanjut.