Kamis 07 Dec 2017 11:39 WIB

Para Pengungsi Mandiri Gunung Agung

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
Pengungsi Pulang ke Rumah. Tanaman mati terkena abu vulkanis Gunung Agung di Desa Sebudi, Selat, Karangasem, Bali, Jumat (1/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Pengungsi Pulang ke Rumah. Tanaman mati terkena abu vulkanis Gunung Agung di Desa Sebudi, Selat, Karangasem, Bali, Jumat (1/12).

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Ribuan warga di sekitar Gunung Agung menjadi pengungsi mandiri. Mereka menempati rumah-rumah kosong di zona aman, gedung-gedung serba guna, balai banjar (wantilan), hingga mendirikan tenda mandiri secara berkelompok.

Satu kelemahan dari pengungsi mandiri adalah pengadaan stok logistik untuk keperluan mereka sehari-hari. Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan pengungsi di posko-posko induk dan pengungsi mandiri sama-sama mendapat perhatian dari tim siaga bencana.

Sutopo bercerita saat erupsi Merapi 2010 juga banyak pengungsi mandiri. Mereka tetap mendapat bantuan, bahkan dibujuk untuk bergabung bersama pengungsi lainnya. Tujuannya memudahkan penanganan, khususnya pendistribusian logistik.

"Tapi, ketika mereka tetap tidak mau bergabung dengan berbagai alasan, ya kita tetap bantu," kata Sutopo, Rabu (7/12).

Kebutuhan dasar pengungsi harus disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah kekurangan anggaran dan kesulitan menangani pengungsi, kata Sutopo bupati atau wali kota segera menetapkan status tanggap darurat.

"Ajukan bantuan dana siap pakai ke BNPB, maka pasti kita bantu," ujarnya.

Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik di BPBD Kabupaten Bangli, Agus Sutapa mengatakan Bupati Bangli pada 23 September 2017 telah menyatakan status tanggap darurat akibat peningkatan aktivitas Gunung Agung. Ini dalam rangka memudahkan penanganan pengungsi di wilayah Bangli yang terus berdatangan, khususnya dari Karangasem.

"Ada sekitar enam ribu pengungsi mandiri yang kami tarik saat itu dari banjar dan wantilan banjar adat untuk ditampung dan ditempatkan di empat pos resmi," kata Agus.

Keempat pos resmi tersebut adalah Pos Pengungsi Kelurahan Kubu (Kecamatan Bangli), Pos Pengungsi Desa Tiga (Kecamatan Susut), Pos Pengungsi Eks Pabrik Jahe Gajah (Kecamatan Susut), dan Pos Pengungsi Sekolah Guru Kula. Tim memutuskan jika masih ada warga masyarakat yang tidak berkenan menempati pos resmi yang ditentukan, maka dianggap sebagai pengungsi mandiri.

Saat ini BPBD Bangli mencatat jumlah pengungsi di kabupaten tersebut sekitar 930 jiwa. Pemusatan pengungsi, dinilai Agus akan memudahkan tim memberikan pelayanan seoptimal mungkin. Data terakhir 6 Desember 2017 menyebutkan jumlah total pengungsi Gunung Agung mencapai 66.716 jiwa. Mereka menyebar di 225 titik.

Pengungsi di Karangasem merupakan yang terbanyak, 39.486 jiwa di 129 titik. Berikutnya adalah pengungsi di Buleleng (10.759 jiwa di sembilan titik), Klungkung (10/160 jiwa di 43 titik), Bangli (930 jiwa di dua titik), Tabanan (644 jiwa di delapan titik), Denpasar (572 jiwa di empat titik), Gianyar (3.366 jiwa di delapan titik), Badung (487 jiwa di lima titik), dan Jimbaran (312 jiwa di 17 titik).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement