Rabu 06 Dec 2017 01:00 WIB

Perspektif Nanoeduparemiologi pada HIV-AIDS

Aksi peduli HIV/AIDS.
Foto: Antara
Aksi peduli HIV/AIDS.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: dr Dito Anurogo MSc *)

Kasus HIV/AIDS semakin hari semakin menjadi-jadi. Salah satu pendekatan solutif yakni dari perspektif Nanoeduparemiologi. Pendekatan ini menggabungkan nanomedicine, edukasi, paremiologi, berbasis spiritualitas dan religi.

AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981, diikuti identifikasi HIV sebagai penyebab penyakit di tahun 1983. Menurut WHO, terdapat sekitar 36,7 juta orang yang hidup dengan HIV di akhir 2016 dengan 1,8 juta orang kasus infeksi baru di seluruh dunia.

Di Indonesia, jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 hingga September 2014 mencapai 150.296 orang. Sedangkan total kumulatif kasus AIDS mencapai 55.799 orang (Kemenkes RI, 2014).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) menarget sistem imun dan melemahkan sistem pertahanan seseorang melawan infeksi dan beberapa tipe kanker. Fungsi imun diukur melalui hitung sel CD4.

Infeksi HIV seringkali didiagnosis melalui uji diagnostik cepat (rapid diagnostic tests, RDTs), yang mendeteksi keberadaan antibodi HIV.  Stadium lanjut infeksi HIV adalah Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), yang dapat berkembang selama 2-15 tahun tergantung imunitas individu.

Hari AIDS Sedunia diperingati setiap 1 Desember untuk meningkatkan kepedulian, memerangi prasangka, stigma, dan diskriminiasi, serta meningkatkan edukasi sehingga pemahaman masyarakat, netizen, instansi atau institusi terkait, bersama pemerintah akan pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS meningkat dari pengetahuan menjadi aksi nyata.

Salah satu bentuk dukungan sederhana dan nyata untuk orang yang hidup dengan HIV-AIDS adalah di Hari AIDS Sedunia dengan memakai pita merah, simbol internasional dari kepedulian-dukungan terhadap HIV.

Tidak hanya itu, bentuk kepedulian dapat direalisasikan setiap saat melalui edukasi, penyuluhan, advokasi, sosialisasi, penggalangan dana, mendongeng, menciptakan permainan yang berisi ajaran moral dan karakter sebagai langkah preventif, penguatan peran keluarga sebagai pilar pertama dan utama di dalam pencegahan HIV/AIDS, bersinergi dan bekerja sama dengan ulama, pemuka,tokoh adat untuk penguatan nilai religiusitas-spiritualitas serta nilai-nilai kearifan lokal sebagai pondasi dasar pemberantasan HIV-AIDS.

Manajemen

Tatalaksana terkini HIV-AIDS menggunakan kombinasi antiretroviral termutakhir, seperti efavirenz, tenofovir, emtricitabine, efavirenz, lopinavir, ritonavir, atazanavir, raltegravir.

Obat antiretroviral (ARV) tersebut hanya dapat mengontrol virus dan membantu mencegah transmisi sehingga orang dengan HIV dan berisiko tinggi dapat menikmati kesehatan, hidup lebih lama dan produktif. Ketersediaan pelbagai kombinasi terapi antiretroviral, yang memiliki karakteristik mampu menekan viral load hingga tingkat tak terdeteksi selama bertahun-tahun, tampaknya belum mampu menaklukkan virus HIV.

Integrase HIV-1 adalah salah satu dari tiga enzim virus yang memerlukan replikasi sehingga merupakan target rasional untuk intervensi kemoterapeutik. Raltegravir merupakan inhibitor HIV-integrase pertama untuk terapi infeksi HIV-1 yang telah memasuki uji klinik fase III.

Pemberian terapi antiretroviral (ARV) secara optimal belum mampu menurunkan viral reservoir, terutama di mukosa usus, di mana residu replikasi virus kadar rendah dapat mengaktivasi imun secara persisten, sehingga berkembang menjadi AIDS dan berakhir kematian.

HIV memproduksi sel-sel di reservoir yang tak tereliminasi oleh obat-obat ARV sehingga rentan terhadap bersihan imun, namun pemberian kombinasi terapi ARV mengurangi berbagai respon sel T yang spesifik HIV.

Nanomedicine

Strategi nanomedicine-nanoteknologi amat diperlukan guna menaklukkan HIV-AIDS. Untuk meningkatkan bioavailabilitas, formulasi nanomedicine efavirenz diinkorporasikan dengan inti linear dan cabang poly (ethylene oxide), poly(propylene oxide) blok kopolimer misel.Efavirenz-loaded micelles menggunakan permukaan aptamer untuk menarget sel-sel CD4 diproduksi sebagai solusi oral untuk pediatrik.

Tantangan terapi HIV ada dua. Pertama, regimen obat tunggal yang efektif, aman, ditoleransi dengan baik, menggantikan obat konvensional.  Dan kedua, perkembangan nanomaterial berbasis imunoterapi inovatif, disinergikan dengan optogenetik dan teknologi omics untuk menghentikan laju penyakit dan menyembuhkan HIV-AIDS.

Perkembangan nanomedicine memberikan harapan dan membuka peluang besar bagi ketersediaan vaksin yang efektif memberantas HIV-AIDS.

Eduparemiologi

Strategi eduparemiologi (pendidikan melalui peribahasa dan kearifan lokal) dapat disosialisasikan dari guru/dosen ke orang tua dan murid, mahasiswa. Beberapa peribahasa berikut perlu diajarkan sebagai nilai dan pedoman pencegahan perilaku seks bebas.

Di Manado, terdapat beberapa peribahasa yang relevan, seperti (1) "'baru batona' so kase vorskot" bermakna hamil sebelum menikah, (2) "lebe dulu de pe pajeko kong de pe sapi" merupakan kiasan untuk perempuan yang sudah "berisi" sebelum menikah, (3) "hot deng seti cuma bakubirman", ungkapan bahwa panas dan gairah seks yang tinggi hanya bertetangga, (4) "muka bole fororo mar cinta tatap jo manyala" secara harfiah berarti "wajah boleh keriput namun cinta terus berlanjut" sebagai bentuk penggambaran cinta sejati itu bukan sekadar cinta jasmani, melainkan cinta ruhani yang senantiasa abadi.

Di Makassar, terdapat sebutan untuk perempuan "nakal" yakni "baine jaddalak". Ada pun perempuan yang melacurkan dirinya diistilahkan "nabalukang lammoroki kalenna".

Ada pula istilah "bunga rosina pakrasanganga" yang berarti bunga desa. Ungkapan "niebaraki kamma bayao", "bayao bottokmo" seringkali ditujukan kepada gadis yang sudah direnggut kehormatannya.

Untuk kaum pria yang suka bergaul dengan wanita tunasusila alias pria penggoda/pemain perempuan diistilahkan sebagai "burakne pakarena baine". Peribahasa "sipanjariangi gauk siagang anjo bainea" bermakna melakukan tindakan asusila dengan wanita.

Pemuda yang menggauli perempuan yang belum menjadi istrinya disindir melalui peribahasa "kamma pakeang tanabayarapi na napakemo". Nasihat orang tua dan sesepuh adat yang tepat untuk pemuda tertuang dalam peribahasa "teako akmata karanjengi", yang bermakna janganlah bermata keranjang.

Dari perspektif religi-spiritualitas, Allah SWT di dalam QS. Al Israa (32) telah berwasiat agar manusia menjauhi zina, termasuk berduaan di tempat sunyi, berpacaran, mengumbar aurat, dan semua perilaku yang menimbulkan gejolak syahwat.

Lebih lanjut, HR.Bukhari No.6243 dan HR Muslim No.2657(21) berpesan untuk menjauhi zina mata, telinga, lisan, tangan, kaki, hati, dan farji.

*) Penulis adalah dokter digital/online, penulis 19 buku, pendiri Indonesia Menulis (Writenesia), alumnus S-2 IKD Biomedis FK UGM, anggota peneliti Pusat Studi Biohuki FK UII DIY.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement