REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menggelar kuliah umum bertajuk Peluang dan Tantangan Penerapan Energi Terbarukan di Ruang Sidang Utama Rektorat ITS, Senin (4/12). Pada kuliah umum kali ini, ITS menghadirkan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Kerajaan Denmark, Muhammad Ibnu Said.
Dalam paparannya, pria yang merangkap sebagai Duta Besar (Dubes) RI untuk Republik Lithuania ini mengungkapkan, Denmark adalah negeri kecil dengan ambisi yang besar. Ambisi ini yang menjadikan Denmark sebagai negara yang modern, makmur, dan sejahtera. "Saking sejahteranya, pendapatan per kapita penduduk Denmark mencapai 61.900 dolar Amerika Serikat," ungkap pria yang biasa disapa Ibnu ini.
Selain itu, lanjut Ibnu, Denmark merupakan negara yang sangat mudah menjalin kerja sama dengan negara lain. Hal tersebut dibuktikan dengan aktif berpartisipasi di berbagai organisasi internasional seperti PBB, NATO, European Union, dan sejumlah organisasi internasional lainnya.
Maka dari itu, Denmark juga melihat Indonesia sebagai negara yang menjanjikan untuk menjalin kerja sama. Di mata pemerintah Denmark, Indonesia adalah pasar yang sangat potensial. "Potensi tersebut meliputi berbagai aspek seperti perdagangan, investasi, dan pariwisata," kata Ibnu.
Investasi yang dimaksud salah satunya mengenai pembangunan infrastruktur energi terbarukan. Ibnu menambahkan, potensi kerja sama tersebut sesuai dengan kondisi geografis Indonesia, dimana konsumsi energi di Indonesia tumbuh lebih tinggi daripada pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) tahun lalu. Yakni sekitar 5 persen, sementara pertumbuhan konsumsi energi hampir mencapai 6 persen.
"Permintaan energi tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan PDB, di mana hal ini jarang sekali ditemui di negara lain," ujar Ibnu.
Dia mengatakan konsumsi energi terbesar Indonesia di tahun 2016 masih didominasi oleh minyak bumi 41 persen, batu bara 36 persen, dan gas 19 persen. Padahal, kata Ibnu, produksi minyak di Indonesia hanya mampu mencukupi 55 persen dari kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Maka dari itu, kata Ibnu, terlihat tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar fosil saat ini masih cukup tinggi. Sehingga peralihan menuju sumber energi terbarukan menjadi solusi atas permasalahan ini.
Dengan potensi kekayaan alam yang berlimpah seperti sinar matahari, air dan 40 persen panas bumi dunia berasal dari Indonesia, kata dia, menjadikan referensi untuk memulai pembangunan energi terbarukan.