Senin 04 Dec 2017 08:03 WIB

Gatot Cawapres Potensial Jokowi

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Elba Damhuri
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memberikan penghargaan kepada 63 prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pembebasan Sandera atas keberhasilannya membebaskan 347 warga masyarakat yang disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Foto: dok. Puspen TNI
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memberikan penghargaan kepada 63 prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pembebasan Sandera atas keberhasilannya membebaskan 347 warga masyarakat yang disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei terbaru Indo Barometer menempatkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon wakil presiden paling potensial untuk Joko Widodo. Nama Gatot mengalahkan nama-nama lain untuk mendongkrak elektabilitas Jokowi melawan pasangan calon Prabowo Subianto-Anies Rasyid Baswedan.

Dalam beberapa simulasi Jokowi dengan cawapres, pasangan Jokowi-Gatot berhasil meraih 47,9 persen.

Cawapres potensial Jokowi selanjutnya yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani. Jokowi-Sri Mulyani mendapatkan 43,4 persen. Selanjutnya, disusul berurutan Jokowi-Tito Karnavian 41,5 persen dan Jokowi-Budi Gunawan 41,2 persen.

Nama Gatot Nurmantyo memang terus melejit karena sering muncul dalam pemberitaan di media. Namanya mulai sering didengar oleh masyarakat. Hal itu yang dinilai menaikkan nama Gatot sebagai cawapres paling potensial untuk memenangkan Jokowi di Pemilu 2019.

Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, Gatot sebenarnya hanya salah satu nama dari tiga nama yang namanya terus melejit. Dua nama lain adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Dari hasil survei, syarat yang pas untuk mendampingi Jokowi pada pilpres dua tahun mendatang yakni dari kalangan militer mencapai 22,5 persen, disusul dengan kriteria berpengalaman dalam pemerintahan 14,3 persen dan dekat dengan rakyat sebesar 12,3 persen.

Dari tiga nama yang melejit, dua di antaranya, Gatot dan AHY, sama-sama berasal dari kalangan militer. Jika Gatot menjadi pendongkrak tertinggi suara Jokowi saat dipasangkan, AHY justru menjadi kandidat dengan suara tertinggi mendampingi Jokowi, tanpa mencantumkan nama Anies Baswedan.

Namun, jika nama Anies Baswedan dijadikan alternatif, mantan menteri pendidikan dan kebudayaan Kabinet Kerja ini menduduki posisi teratas dengan 10,5 persen melalui metode pertanyaan terbuka. AHY dan Gatot di urutan selanjutnya dengan 9,6 persen.

Qodari mengatakan, yang menjadi pembeda antara Gatot dan AHY adalah dukungan dari partai politik. AHY selain didukung militer juga disokong oleh Partai Demokrat. "Calonnya bisa dari mana saja. Kemudian, ini tergantung dari dukungan partai, sebetulnya," kata Qodari, Ahad (3/12).

Politikus PDIP Maruarar Sirait mengatakan, perbandingan wakil presiden yang akan menemani Jokowi dalam pilpres mendatang masih sulit diprediksi. Sebab, banyak nama baru, seperti Anies Baswedan dan AHY. Bahkan, nama-nama itu juga sempat diisukan akan maju menjadi penantang Jokowi dalam pilpres.

"Nama bisa muncul dari mana saja. Dan nama yang muncul ini bisa saja menjadi wapres Jokowi. Politik sangat dinamis," ujarnya.

Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyatakan, survei Indo Barometer pada dasarnya telah menunjukkan tren kenaikan yang positif bagi AHY. Demokrat optimistis AHY akan terus melejit untuk maju sebagai salah satu kontestan capres maupun cawapres 2019 mendatang. AHY dinilai memiliki karakter yang sesuai dengan generasi masa kini. Dia kemungkinan akan menjadi faktor penting dan pembeda dalam pemilihan presiden mendatang.

"Kami (Demokrat) bersepakat mendukung dia (AHY) keliling dulu sebanyak-banyaknya pada masyarakat, melakukan sesuatu yang konkret, karena Mas AHY belum punya kesempatan untuk itu. Dia belum menduduki jabatan penting," ungkap Hinca.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement