REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Para nelayan di wilayah perairan Provinsi Aceh saat ini mulai menemukan daerah tangkapan ikan hiu dan tuna sirip kuning, sejak memasuki puncak pergantian musim angin di wilayah Samudera Hindia-Indonesia.
Samsul Bahri, salah seorang nelayan Aceh Barat, menuturkan, beberapa hari terkahir, mereka diadang cuaca ekstrem. Dengan demikian, ketinggian gelombang di laut mengkhawatirkan, tapi juga ditemukan banyak ikan bernilai ekonomis.
"Mulai bulan Desember ini, masuk musim hiu, kepulangan lalu (Rabu), dalam perjalanan sempat memancing beberapa ekor hiu dengan bobot badan terkecil 70 kilogram dan terbesar saya dapat 120 kilogram," kata dia di Meulaboh, Sabtu (2/12).
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) masih dalam perairan barat selatan Aceh, terutama menuju arah barat Kabupaten Simeulue. Lokasi penangkapan ikan secara geografis tidak begitu jauh dari pulau-pulau kecil di perairan setempat.
Ia menjelaskan, tidak semua armada nelayan yang bisa menemukan atau menerobos gelombang tinggi menuju daerah penangkapan hiu yang disampaikannya. Kapasitas armada yang bisa masuk ke kawasan itu 20 Grosstonage (GT) ke atas.
Samsul Bahri sebagai pawang (kapten/nahkoda) kapal berkapasitas 29 GT tidak begitu sulit menerobos gelombang tinggi. Namun, dia mengkhawatirkan lokasi penangkapan yang cukup dekat dengan pulau, kapal bisa terhempas ke bebatuan apabila tidak mahir.
"Posisinya tidak jauh, kita bisa dekat dengan pulau, kalau ada gelombang besar, nah disitu takutnya. Sampai sejauh ini boad saya tidak apa-apa. Setelah dapat kami bongkar di Susoh, Aceh Barat Daya, di sana lebih mudah," imbuhnya.
Ikan hiu dan tuna ditangkap dengan memancing. Umpan ikan hiu adalah sejenis ikan tongkol ukuran 1,5 kg, setelah terkena mata kail barulah hiu tersebut diangkat secara perlahan. Mereka tidak menggunakan alat mesin/katrol untuk mengangkat hiu.
Begitu hiu sudah lemas dan tidak berdaya, barulah kepala ikan tersebut diikat dengan tali. Kemudian ditariknya ke atas boad. Walaupun berat akan tetapi cara demikian sudah menjadi kebiasaan lama yang mungkin tidak mampu dilakukan nelayan luar Aceh.
"Kami tidak pakai alat derek mesin atau katrol seperti nelayan-nelayan luar, setelah hiu kena, maenkan sekitar 1,5 sampai 2 jam, kalau sudah lemas baru diseret pelan-pelan. Ngerinya saat mengangkat ke atas, hiu belum mati, mulutnya masih terbuka," imbuhnya.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh Barat, Mahli, menuturkan, nelayan harap berhati-hati walaupun bernilai secara ekonomis, akan tetapi keselamatan jauh lebih utama.
“Kami memintakan agar nelayan berhati-hati, jangan sampai karena mengejar ikan-ikan besar, tidak mempedulikan resiko. Jangan lupa bawa alat komunikasi karena kondisi cuaca saat ini sangat ekstrem di perairan laut Aceh Barat dan sekitarnya," sebutnya.
Menurut Mahli, bagi nelayan Aceh Barat, terhadap musim jenis ikan sudah menjadi peta untuk jadwal penangkapan. Kendati demikian tidak semua bisa memanfaatkan momen tersebut karena keterbatasan armada dan alat penangkapan ikan yang tidak ideal.
Ia juga mengingatkan, tidak melakukan penangkapan hiu berlebihan. Apalagi jenis ikan tersebut ada jenis tertentu yang sudah dilarang. Demikian halnya ikan tuna sirip kuning yang paling banyak di perairan Aceh, juga tidak boleh ditangkap berlebihan.