REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, hak anak penyandang disabilitas di Indonesia masih mengkhawatirkan. Sebab, masih banyak kekerasan yang dialami anak disabilitas yang tidak dilaporkan pada pihak berwajib.
"Sepanjang tahun 2017 hanya empat kasus yang kami terima, padahal banyak yang tidak diadukan. Ini menandakan masih banyak persoalan yang belum terungkap tentang situasi anak anak kita yang berkebutuhan khusus," ungkap Komisioner KPAI bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra kepada Republika pada Sabtu (2/12).
Jasra mengatakan, data Kementerian Sosial (Kemensos) menunjukkan tahun 2012 jumlah Penyandang Disabilitas di Indonesia mencapai 6.008.640 jiwa, sedangkan Data Sensus Penduduk 2015 menyatakan sebanyak 15.725.698 jiwa, disinyalir dari data keduanya 30 persen anak-anak.
Meski begitu, lanjut Jasra, pendataan yang jauh berbeda diantara keduanya menyatakan masih banyak situasi anak-anak disabilitas yang hidup mengkhawatirkan. Seperti jauh dari akses, masih terstigma akibat dianggap aib, minimnya kesadaran untuk memajukan hak hak penyandang disabilitas.
"Maka untuk memperingati hari Disabilitas dunia dan juga Indonesia setiap tanggal 3 Desember, kita harus mulai berusaha merombak stigma tersebut. Dan kita harus angkat hak-hak anak disabilitas," tegas Jasra.
Selain itu, menurut Jasra, dana desa penting juga dialokasikan untuk Desa Inklusi, dalam rangka menjembatani perhatian dan kesadaran masyarakat dalam melihat perkembangan anak Disabilitas. Sehingga setiap anak disabilitas yang lahir dapat mengakses dengan baik hak mereka dan diberi kesempatan tumbuh kembang baik di tengah masyarakat.
"Karena pada kenyataannya ada diferensiasi data yang sangat timpang antara Sensus Penduduk dengan data Kemensos itu," kata Jasra menjelaskan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) juga, lanjut dia, perlu memikirkan dukungan bagi sekolah yang menerima anak Disabilitas, karena masih miskinnya guru mengembangkan media belajar bagi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah.