Selasa 28 Nov 2017 09:34 WIB

NU dan Orde Nasional

Presiden Joko Widodo bersama Rais Am, Mustasyar, dan Ketum PBNU, serta Gubernur NTB menabuh Gendang Beleq menandari dibukanya Munas Alim Ulama dan Konbes NU
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Nahdlatul Ulama (NU) menggelar Pawai Taaruf menyambut Munas Alim Ulama NU di Mataram, NTB.

Orde nasional

Guna mewujudkan itu, generasi NU mendatang perlu memprakarsai sebuah tatanan nasional atau orde nasional. Orde nasional ini merupakan bentuk follow-up terhadap rekomendasi Munas dan Konbes NU. Dalam hal ini, gagasan Henry Kissinger dalam World Order: Reflections on the Character of Nations and the Course of History (2014) bisa menjadi inspirasi.

Menurut Kissinger, untuk membangun sebuah tatanan dunia, setiap individu masyarakat harus memiliki kesadaran sebagai warga dunia dengan segala perannya masing-masing. Dengan kata lain, untuk membangun tatanan nasional, setiap masyarakat NU harus punya kesadaran sebagai warga Indonesia sekaligus warga dunia dengan peran strategis masing-masing di mana pun mereka berada. Secara perinci, proyeksi tatanan nasional itu dapat diwujudkan ke dalam dua hal.

Pertama, meneguhkan kembali sikap progresif NU. Progresif di sini berarti NU harus mampu bergerak maju ke depan, tampil menjadi pionir dan dinamisator dari setiap perubahan yang ada. Di sini NU tidak sekadar mengandalkan sumber daya manusia (SDM) dari aspek kuantitas (jumlah).

Namun, secara kualitas menjadi pelopor gerakan transformasi perubahan yang sistematis, terencana, aplikatif, dan implementatif. Ini penting sebagai upaya NU menjawab tantangan kemajuan.

Kedua, mendorong perubahan paradigma warga NU untuk memiliki tanggung jawab sebagai masyarakat dunia yang berpikir dan bertindak secara global, tapi tetap berpijak pada tradisi dan kearifan lokal. Artinya, generasi NU harus mampu menjadikan segala perbedaan dan keragaman sebagai kekuatan dan energi besar dalam membangun bangsa. Dan pada saat bersamaan mampu memberi kontribusi praksis bagi peradaban dunia. Ini merupakan bentuk penerjemahan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Karena itu, saya sepakat dengan Rais ‘Aam PBNU Prof Dr (HC) KH Ma’ruf Amin yang menawarkan modifikasi kaidah “al-muhafadhah ‘alal qodim al-shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah wal ishlah ila ma huwal aslah tsummal ashlah fal ashlah” (mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan bersikap terbuka terhadap nilai-nilai baru yang terbukti lebih baik serta berupaya melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik dan semakin lebih baik lagi).

Penambahan kalimat “wal ishlah ila ma huwal aslah tsummal ashlah fal ashlah” merupakan satu pesan penting bahwa NU adalah organisasi yang terus menancapkan semangat perubahan. NU juga organisasi yang mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan bangsa.

Akhir kata, sudah saatnya NU menjawab tantangan kemajuan dan mengejawantahkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Mari bersama-sama menjalankan rekomendasi Munas dan Konbes NU!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement