Selasa 28 Nov 2017 07:05 WIB

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Sleman Tinggi

Masyarakat yang hadir meneriakan yel-yel anti kekerasan pada perempuan dan anak pada acara
Foto: Republika/Edi Yusuf
Masyarakat yang hadir meneriakan yel-yel anti kekerasan pada perempuan dan anak pada acara "Three Ends" yang digelar kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Halaman Balai Kota Bandung, Ahad (20/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah setempat pada 2017 cukup tinggi.

"Data korban kekerasan di per Oktober 2017 mencapai 369 kasus korban yang terbagi 223 kasus korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 146 kasus non-KDRT," kata Sekretaris Dinas P3AP2KB Kabupaten Sleman Puji Lestari, Selasa (28/11).

Menurut dia, hal ini menunjukkan masih tingginya tingkat kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di Kabupaten Sleman.

"Berdasarkan hasil survei prevalensi perempuan korban KDRT kerja sama BPPM DIY dengan Yayasan Rifka Anisa tahun 2017 menunjukkan hasil 1 dari 5 perempuan berusia 18-49 tahun pernah mengalami KDRT," katanya.

Ia mengatakan disamping itu permasalahan administrasi kependudukan masih rendahnya kepemilikan akta kelahiran yang baru tercapai 79 persen, masih dijumpai perkawinan di bawah tangan, perkawinan di bawah umur dan permasalahan lainnya.

"Dengan melihat masalah-masalah tersebut di atas perlu langkah strategis upaya-upaya pencegahan," katanya.

Puji mengatakan, perlu terus dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang administrasi kependudukan dalam legalitas pencatatan perkawinan, kelahiran, dan akta kelahiran.

"Selain itu perlu untuk meningkatkan peran laki-laki secara kolaboratif dan bersinergi dalam memberikan perlindungan perempuan dan anak," katanya.

Ia mengatakan, jumlah penduduk Kabupaten Sleman berdasarkan data 2016 mencapai 1.180.479 jiwa dengan penduduk laki-laki 595.158 jiwa dan perempuan 585.321 jiwa.

Terkait dengan permasalah keluarga, Muhammad Saeroni dari Yayasan Rifka Anisa mengatakan bahwa dalam kehidupan berumah tangga, sikap dan perilaku laki-laki terkadang merasa superior, merendahkan perempuan, mengontrol pasangan, serta menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.

"Laki-laki harus menjadi bagian dari solusi dan bukan sebagai masalah agar dapat mensejahterakan keluarga dan perempuan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement