Selasa 28 Nov 2017 00:31 WIB

Wajib Pajak Sumbar Diminta Manfaatkan PMK 165

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Hazliansyah
Seorang wajib pajak menunjukan bukti transaksi pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) yang dibayarkan secara online seusai peluncuran E- Samsat di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (8/9).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Seorang wajib pajak menunjukan bukti transaksi pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) yang dibayarkan secara online seusai peluncuran E- Samsat di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Wajib pajak (WP) di Sumatra Barat diminta memanfaatkan kemudahan pengungkapan harta dan aset yang belum dilaporkan. Kemudahan ini bahkan menyasar WP yang sudah mengikuti pengampunan pajak atau pun tidak mengajukan pengampunan pajak sebelumnya.

Kemudahan mengenai pengungkapan harta dan aset diberikan pemerintah setelah dilakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/2016 tentang Pelaksanaan UU Pengampunan Pajak. Beleid tersebut juga mengatur pemberian kesempatan kepada wajib pajak (WP) baik yang mengikuti program Amnesti Pajak maupun tidak untuk bisa mengungkapkan sendiri harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan maupun Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan membayar pajak penghasil (PPh) sesuai tarif normal.

Kepala Kanwil DJP Sumbar Jambi Aim Nursalim Saleh menyebutkan, kebijakan yang tertuang dalam PMK 165 memungkinkan wajib pajak menggunakan Surat Keterangan (SKet) pengampunan pajak yang telah dilegalisir untuk memperoleh fasilitas pembebasan PPh atas balik nama aset tanah dan bangunan. Sebelumnya, prosedur tersebut memerlukan lampiran Surat Keterangan Bebas (SKB) yang dimiliki wajib pajak.

Wajib pajak juga dibebaskan atas sanksi bila melaporkan harta dan asetnya sebelum lebih dulu diperiksa oleh fiskus atau petugas pajak. Selain itu, PMK 165 juga mengenalkan Pengungkapan Aset Secara Sukarela dengan Tarif Final (PAS-Final) bagi wajib pajak yang hartanya belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2015 maupun SPH untuk mengungkapkan aset tersebut.

Dengan kebijakan tersebut, wajib pajak hanya perlu membayar PPh sesuai tarif dalam Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2017 tentang Pengenaan PPh Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan sepanjang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum melakukan pemeriksaan. Besarnya tarif tersebut adalah 30 persen untuk WP pribadi, 25 persen untuk WP badan, dan 12,5 persen bagi WP tertentu.

"Kami imbau seluruh WP untuk memanfaatkan ini. Kita garis bawahi bahwa ini bukan tax amnesty lagi. Ini lanjutan. Kami fasilitasi yang ingin ungkap harta dan asetnya," ujar Aim, Senin (27/11).

Aim mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan kebijakan tersebut sebelum petugas pajak menemukan harta yang masih disembunyikan. Jika petugas pajak menemukan aset tersebut, WP perlu membayar denda lebih besar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kebijakan ini lahir lantaran banyak harta yang dideklarasikan pada program pengampunan pajak memiliki perbedaan dengan data yang diajukan untuk mendapatkan Surat Keterangan Bebas PPh. Hal itu pun menjadi penyebab penolakan permohonan SKB PPh.

Dalam revisi PMK tersebut, juga disebutkan bahwa keperluan balik nama atas harta berupa tanah atau bangunan yang dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh).

WP dapat menyampaikan salinan Surat Keterangan Pengampunan Pajak atau surat keterangan bebas sebagai bukti pembebasan PPh kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pemberian kemudahan tersebut juga sejalan dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) nomor 15 tahun 2017 tentang Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah dalam Rangka Pengampunan Pajak.

"Sumbar masih perlu berbagai channel untuk meningkatkan kepatuhan formal dan material," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement