REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Perencanaan Operasi Biro Operasi Asisten Operasi Kapolri Kombes Edi Setyo Budi Santoso menyebutkan, Polri telah menetapkan tujuh indikator utama yang dapat menjadi pemicu konflik dalam penyelenggaraan pemilu. Salah satu faktor yang menduduki angka tertinggi adalah penyelenggara yang dicurigai kenetralannya.
"Jadi kalau kita bicara petugas keamanan, bila kita ingin aman, ingin damai ingin aman, penyelenggara kita taruh di indikator nomor satu, penyelenggara yang tidak netral itu sering jadi biang keladi masalah," kata Edi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (27/11).
Edi menjelaskan, selain dari faktor penyelenggara, terdapat enam indikator lainnya. Enam indikator tersebut adalah kurang profesionalnua sumber daya manusia, daftar pemilih yang tidak akurat, kekurangan logistik, pasangan calon yang tidak legowo menerima kekalahan, protes hasil sengketa perselisihan hasil, serta pelaksaan pemilihan pemungutan suara ulang yang tidak kondusif.
Edi berpesan, apabila masyarakat menjumpai adanya indikator tersebut, diharapkan dapat melaporkan oknum tersebut pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPPU). "Kalau ketemu langsung saja diproses DKPPU, supaya tidak jadi duri dalam daging. Karena ini fatal sekali," ucapnya.
Selain itu, Polri juga mengimbau agar para pasangan calon dewasa dalam berdemokrasi. Pasangan calon diharapkan dapat berlaku baik dan tidak memecah belah masyarakat. "Paslon jangan menghalalkan segala cara, jangan bangsa Indonesia dibelah karena nomor atau warna baju, pesta demokrasi harus disertai kesuksesan dan keamanan," kata dia.
KPU telah menetapkan 171 daerah yang akan melangsungkan Pilkada serentak pada 2018 mendatang. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada pada 2018.