Senin 27 Nov 2017 08:11 WIB

Khofifah Minta Arahan ke Jokowi

Rep: Fauziah Mursid, Ronggo Astungkoro/ Red: Elba Damhuri
Partai Golkar menyerahkan penetapan keputusan kepada Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elistyanto Dardak sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Timur 2018 di DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (22/11).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Partai Golkar menyerahkan penetapan keputusan kepada Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elistyanto Dardak sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Timur 2018 di DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN – Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa segera menyampaikan surat pemberitahuan tertulis kepada Presiden Joko Widodo mengenai dukungan dua partai kepadanya untuk maju menjadi calon gubernur Provinsi Jawa Timur.

“Jadi, Insya Allah besok saya akan menyampaikan surat tertulis kepada Bapak Presiden melalui Kantor Kementerian Sekretaris Negara. Insya Allah di dalam surat itu kami menyampaikan informasi, artinya saya sudah dapat rekomendasi dari Partai Demokrat dan Partai Golkar,” kata Khofifah seusai menghadiri resepsi pernikahan Kahiyang Ayu dan Bobby Afif Nasution di Medan, Sumatra Utara, Ahad (26/11).

Saat ini sudah ada dua partai politik yang telah menerbitkan surat rekomendasi terhadap Khofifah dan Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak sebagai pasangan calon gubernur dan wakilnya pada Pilkada Jatim 2018, yaitu Partai Demokrat dan Golkar.

Partai Demokrat memiliki 13 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim, sedangkan Partai Golkar 11 kursi, sehingga pasangan Khofifah-Emil telah mengantongi 24 kursi dukungan untuk maju Pilkada Jatim 2018. Untuk mengikuti Pilkada Jatim, Khofifah-Emil hanya butuh dukungan dari partai politik yang memiliki minimal 20 kursi di DPRD provinsi setempat.

“Ini artinya, kalau dihitung sudah cukup untuk mencalonkan sebagai cagub di pilgub Jawa Timur tahun depan. Selanjutnya, mohon arahan (dari Presiden),” kata Khofifah.

Mensos mengaku surat itu bukan surat pengunduran diri sebagai menteri sehingga meninggalkan tanggung jawabnya. “Nah, (pengunduran diri) itu kalau itu saya tinggal gelanggang. Kami ini para menteri, saya itu pembantu presiden. Menteri ini mendapat mandat itu, berusaha memaksimalkan, menjalankan tugas sesuai dengan keppres dan pakta integritas yang ditandatangani,” ujar Khofifah.

Sejauh ini, dia mengaku baru meminta izin secara lisan dari Presiden Jokowi. “Selasa kita dapat rekomendasi dari Partai Demokrat. Saya pun sebelum dan sesudahnya itu tetap mengikuti ritme tugas. Besok hari Rabunya itu jadwal dari Partai Golkar. Hari Kamis, saya diberi kesempatan untuk bertemu Presiden di Mataram. Saya menyampaikan baru lisan,” kata Khofifah. Mensos pun meminta agar publik tidak memberikan kesan dia ingin meninggalkan tugas sebagai menteri.

Mengenai pencalonan Emil Dardak, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, PDIP tidak terpengaruh dengan duet Khofifah-Emil kendati Emil merupakan kader PDIP. Bahkan, Hasto menyebutkan, kehadiran Emil tidak memberi ancaman bagi calon yang lebih dulu diusung oleh PDIP, yakni Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas.

Hasto melanjutkan, sejak awal PDIP tidak melirik Emil Dardak sebagai calon wakil gubernur karena Emil diketahui baru dua tahun menjadi bupati Trenggalek. Dalam komitmennya juga Emil hendak membuka keterisolasian Trenggalek dalam kepemimpinannya sehingga hal tersebut dihormati oleh PDIP sebagai sosok yang mewakili anak muda modern dan progresif untuk mengabdi pada bangsa dan negara.

Namun, saat Emil mulai melirik jabatan lain pada dua tahun kepemimpinan di Trenggalek, PDIP pun berpandangan terlalu riskan secara tata kaderisasi untuk mencalonkan Emil.

Dia pun sempat kembali menyinggung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang dianggapnya menerapkan strategi outsourcing sebagai jalan pintas karena tak memiliki kader mudanya.

Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, menilai pembajakan Emil Dardak oleh Partai Demokrat membuktikan partai tersebut kekurangan kader untuk berlaga di pilgub Jatim 2018. Pembajakan tersebut juga dilihat sebagai bentuk pragmatisme politik. "Tentu Demokrat krisis kader," ujar Siti Zuhro.

Menurut dia, pembajakam Emil oleh SBY merupakan bentuk pragmatisme politik. Pragmatisme politik dengan cara menambal-sulam calon dalam pilkada.

"Tambal-sulam ini targetnya cuma menang. Seharusnya, partai konsisten menjalankan proses kaderisasi yang benar dengan mekanisme dan alur berjenjang yang telah ditetapkan," ujar Siti.

(Pengolah: EH Ismail).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement