REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperkirakan letusan efusif Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, akan berlangsung hingga sebulan ke depan. Perkiraan itu mengacu pada letusan terakhir gunung berapi tersebut pada 1963.
"Jika acuannya 1963 maka letusan efusif seperti sekarang ini terjadi selama sebulan sebelum letusan eksplosif," kata Kepala Bidang Mitigasi PVMBG I Gede Suantika, Ahad (26/11).
Suantika mengatakan, lava Gunung Agung saat ini masih mengitari mata rantai kawah. Lava akan meluber keluar dari puncak kawah ketika kawah atas sudah penuh.
Letusan eksplosif terjadi ketika bebatuan dalam perut gunung hancur diiringi keluarnya lava. Letusan eksplosif yang juga disebut letusan magmatik ini biasanya menghasilkan suara besar.
Menurut Suantika, sinar merah yang sempat terlihat memancar dari dalam kawah ke kolom abu yang keluar dari kawah Gunung Agung tergolong efusif magmatik. "Kemungkinan sinar merah ini bersumber dari intuisi lava yang berada di dalam kawah yang volumenya semakin besar persatuan waktunya," ujarnya.
Pengertian efusif magmatik ini adalah lelehan magma yang sudah membanjiri kawah tanpa adanya ledakan. Adanya sinar merah di dalam kawah ini juga didukung sinyal seismik letusan pada Sabtu (25/11) malam, pukul 23.01 WITA.
Ia mengatakan, hingga saat ini, kepulan abu secara visual dari kawah Gunung Agung masih sangat tinggi, tekanannya semakin kuat dan semakin tebal. "Kami mencatat ketinggian asap Gunung Agung terakhir mencapai 3.380 meter dengan arah vertikal, namun bagian atas asap mengarah ke tenggara-timur," ujarnya.
Jumlah gempa vulkanis dangkal dan vulkanis dalam Gunung Agung sudah tak perlu dideteksi. “Yang terekam saat ini, tremor menerus akibat kepulan aliran lava dengan amplitudo 1-3 mm (dominan 3 mm)," jelas Suantika.
"Kami masih berharap kondisi efusif magmatik terjadi saat letusan. Saat di dalam kawah Gunung Agung berisi lava dengan penuh, diharapkan alirannya melumer ke bawah," ujarnya.
Yang ditakutkan, apabila tiba-tiba penambahan debit volume lava yang keluar dalam waktu singkat. Mengingat ruang yang dimiliki kawah Gunung Agung sangat kecil, hal itu kemungkinan besar akan menimbulkan ledakan cukup kuat.
PVMBG saat ini terus mengevaluasi aktivitas Gunung Agung, termasuk kemungkinan untuk menaikkan atau menurunkan status. Peningkatan status menjadi waspada atau level empat baru akan dilakukan setelah mempertimbangkan luasan ancaman abu vulkanis dari letusan serta intensitas gempa.
Masyarakat yang berada dalam radius enam hingga 7,5 kilometer (km) perluasan area sektoral ke utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya tetap diwajibkan mengungsi, sementara masyarakat kawasan rawan bencana (KRB) II dan III tetap siaga.
Erupsi pertama Gunung Agung terjadi Selasa (21/11) pukul 17.20 WITA dengan ketinggian asap 700 meter dari puncak kawah. Erupsi kedua dan ketiga terjadi pada Sabtu (25/11), masing-masing pada pukul 17.30 WITA dengan ketinggian asap 1.500-3.000 meter dan pukul 21.00 WITA dengan ketinggian 2.000 meter.
Daerah yang terdampak antara lain Desa Ban (Dusun Banjar Belong, Pucang, dan Pengalusan) dan Desa Sebudi (Dusun Banjar Badeg Kelodan, Badeg Tengah, Badegdukuh, Telunbuana, Pura, Lebih, dan Sogra). Berikutnya Desa Besakih (Dusun Br. Kesimpar, Kidulingkreteg, Putung, Temukus, Besakih dan Jugul), Desa Buana Giri (Dusun Banjar Bukitpaon dan Tanaharon), Desa Jungutan (Dusun Banjar Yehkori, Untalan, Galih dan Pesagi), dan sebagian wilayah Desa Dukuh.
PVMBG mengimbau seluruh masyarakat, terutama yang bermukim di sekitar Gunung Agung, untuk segera menyiapkan masker penutup hidung dan mulut serta pelindung mata karena adanya potensi bahaya abu vulkanis yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan akut (ISPA).