REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta organisasi masyarakat Nahdtahul Ulama untuk turut serta mengawai program pemerintah. Jokowi mengatakan, pengawasan ini penting agar setiap program yang ditujukan guna menjaga keamanan dan mensejahterakan rakyat bisa berjalan secara baik.
Salah satunya terkait dengan pergerakan kelompok atau gerakan radikal dan intoleran. Selama ini pemerintah telah menekan pergerakan kelompok-kelompok seperti itu agar tidak menyebar dan menggangu ketentraman masyarakat. Namun, dalam praktiknya sering kali masih ada yang lolos dari pengamatan aparat penegak hukum.
"Karena sekarang ada undang-undangnya, ada Perppu-nya (Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang), sehingga kalau memutuskan itu ada payung hukumnya yang jelas," kata Jokowi dalam pembukaan Musyawarah Nasional NU, Kamis (23/11).
Dia pun telah meminta aparat penegak hukum bisa tegas dan tidak memberikan toleransi kepada aliran atau gerakan-gerakan radikal dan intoleran yang ada di Indonesia apapun organisasi yang berada di dalamnya. Ini penting karena Indonesia sejauh ini dipandang sebagai negara yang damai tanpa ada pertikaian berkepajangan.
Selain masalah keamanan, Jokowi meminta rekomendasi Munas NU kaitannya dengan ekonomi umat. Sejauh ini pemerintah telah menyelenggarakan program keumatan misalnya redistribusi aset dengan membagi-bagikan lagan kepada rakyat hingga pondok pesantren seperti yang dilakukan di Bekasi, Madiun, Jambi, Boyolali, Probolinggo, dan daerah lainnya.
Sudah ada puluhan ribu hektare tanah yang diberikan untuk masyarakat agar bisa dijadikan sebagai lahan produktif guna menunjang pendapatan mereka. Lahan-lahan ini pun dipinjamkan dalam jangka waktu cukup lama.
Guna menjaga agar masyarakat yang mendapatkan lahan bisa mengolahnya supaya tidak menjadi lahan tidur, pemerintah telah berkooridinasi dengan Perbankan BUMN agar mereka bisa menyalurkan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Baik bank konvensional maupun syariah didorong bisa memberikan akses keuangan agar lahan-lahan ini bisa dimanfaatkan untuk produksi pertanian.
Namun, pemerintah tak lantas percaya bahwa program ini berjalan dengan mulus secara transparan. Masih ada keraguan bahwa lahan yang sudah di tangan masyarakat bisa dijadikan lahan produktif. Pemerintah takut lahan-lahan tersebut justru dialihfungsikan atau justru dijual kepada pihak ketiga.
"Ini memang bukan sesuatu yang tidak mudah. Gampang diucap, gampang direncanakan, gampang diputuskan di kantor, tapi dalam praktiknya pasti ada yang bolong," ujar Jokowi.
Untuk menunjang pembiayaan di daerah, pemerintah juga telah meluncurkan bank waqaf mikro. Bank seperti ini rencanaya akan diluncurkan kembali bulan depan. Melalui bank ini pemerintah berharap pelaku usaha mikro seperti tukang gorangan bisa mendapatkan modal agar usahanya lebih berkembang.
"Saya kira perlu juga maukan pemikiran dari Konbes dan Munas NU sehingga apa yang dilakukan (pemerintah) bisa mendampingi umat dan memberikan dorongan serta mensejahterakan umat kita," kata Jokowi.