REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelapor ujaran kebencian yang dilakukan ketua Fraksi Nasdem, Viktor Laiskodat, Iwan Sumule, berencana mengajukan gugatan praperadilan atas penghentian penyelidikan oleh Bareskrim Polri. Iwan yang juga politikus Partai Gerindra mengaku tidak pernah ada pemberitahuan dari penyidik soal penghentian proses penyelidikan terhadap politikus Nasdem tersebut.
“Kami akan mengajukan praperadilan,” ujar Iwan, Rabu (22/11).
Sebelum mengajukan gugatan, Iwan akan meminta surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dan surat penghentian penyidikan (SP3). “Kami akan meminta SP2HP dan SP3 dari Bareskrim Polri yang menyatakan bahwa kasus Viktor dihentikan,” kata dia.
Dengan dua surat tersebut, Ketua DPP Partai Gerindra itu akan mengkaji alasan Bareskrim menghentikan laporan yang telah dibuatnya pada 4 Agustus 2017 dengan nomor polisi LP/773/VIII/2017/BARESKRIM. Selanjutnya, membawa kasus ini ke praperadilan. Langkah ini sebagai bentuk upaya hukum yang dilakukan atas putusan penghentian penyelidikan Viktor.
Menurut Iwan, langkah yang diambil kepolisian menghentikan penyelidikan karena ada hak imunitas Viktor sebagai anggota DPR merupakan kesalahan fatal. Sebab, lanjut Iwan, apa yang dilakukan Viktor dalam pidatonya saat berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah tindakan pidana murni.
Iwan mengatakan, seharusnya kepolisian melakukan gelar perkara sebelum menyatakan kasus dihentikan karena hak imunitas. Dalam gelar perkara, polisi harus mendatangkan para ahli untuk mendengarkan pendapat mereka.
Selain mengajukan gugatan praperadilan, pelapor, melalui kuasa hukumnya, Tim Advokasi Pancasila, Mangapul Silalahi, mengaku akan melaporkan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Harry Rudolf Nahak.
"Pertama, kami akan melaporkan Dir ini atas pernyataannya dan ketidakadaan BAP dan pelanggaran terhadap perkap karena tidak ada gelar perkara," ujar Mangapul.
Mangapul menyatakan, akan melaporkan hal tersebut kepada pihak terkait. "Kami akan laporkan ke Komisi III DPR, Kompolnas, termasuk ke Komnas HAM dan Ombudsman yang akan segera kami lakukan," kata dia.
Pihak pelapor lain, Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zainudin Paru, menyayangkan langkah Bareskrim Polri yang memilih menghentikan kasus Victor Laiskodat. Zainudin mengaku sempat curiga arah penyelidikan polisi atas laporannya terhadap Viktor.
Dia curiga laporan yang dibuatnya awal Agustus lalu itu tidak ditindaklanjuti oleh kepolisian. “Dari awal kita sudah menangkap arahannya ini bahwa siapa pun yang saat ini bersama dengan penguasa, semua kasus hukum tidak diteruskan,” ujar Zainudin.
Menurutnya, alasan kepolisian tidak bisa diterima karena kasus Viktor sangat jelas kasus pidana yang mana hak imunitas tersebut tidak akan berlaku. Ditambah lagi, kata Zainudin, harusnya sebelum memutuskan penghentian kasus dilakukan gelar perkara terlebih dahulu.
Sebagai pelapor PKS, tidak mendapat pemberitahuan apakah polisi sudah melakukan gelar perkara. “Kami belum mendapatkan kepastian dari penyidik, tentang dihentikan atau tidaknya kasus ini, harusnya terlebih dahulu gelar perkara,” kata dia menjelaskan.
Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto juga menyayangkan kepolisian menghentikan kasus Viktor. Menurut Yandri, fitnah dan ujaran kebencian tidak bisa berlindung di balik hak imunitas. "Polisi seperti membolehkan, sekarang bebas melakukan fitnah atau bicara tanpa fakta," ujarnya.