Senin 20 Nov 2017 11:14 WIB

Pakar: Presiden tidak Mungkin Melindungi Setya Novanto

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Ditahan. Ketua DPR RI Setya Novanto memberikan keterangan  di gedung KPK, Jakarta Selatan, mengenkan rompi tahanan, Senin (20/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ditahan. Ketua DPR RI Setya Novanto memberikan keterangan di gedung KPK, Jakarta Selatan, mengenkan rompi tahanan, Senin (20/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menegaskan, jika seorang pejabat publik melakukan perbuatan melawan hukum atau kejahatan maka yang bersangkutan akan diperlakukan sama seperti masyarakat biasa sesuai dengan aturan di dalam UU MD3.

"Karena itu ketika SN (Setya Novanto) meminta perlindungan kepada Presiden, harus dilihat SN dalam kedudukannya sebagai masyarakat," ujarnya menanggapi permintaan Setya Novanto kepada Presiden Joko Widodo untuk melindunginya, Senin (20/11).

Fickar menambahkan, Presiden, Polri maupun Kejaksaan, mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing. "Karena itu, tidak mungkin Presiden, Polri maupun Kejaksaan dapat melindungi seseorang yang sedang disangka melakukan kejahatan korupsi," tegasnya kepada Republika.co.id.

Protokoler terhadap pejabat publik, ujar Fickar, memang diatur dalam peraturan tersendiri seperti fasilitas pengawalan, tempat duduk dalam satu perhelatan negara dan sebagainya. Namun hal ini diberikan sepanjang pejabat publik itu melakukan tugasnya. Karena itu, menurut Fickar, sudah tepat apa yang dikemukakan Presiden, yaitu agar Setnov cukup mengikuti proses sesuai dengan hukum dan peraturan yang ada.

"Jadi meski tidak ada aturan yang khusus mengatur, fungsi perlindungan masyarakat hanya akan dilakukan pada masyarakat yang mendapat kesulitan, bahaya, bukan pada orang-orang yang melanggar bahkan melawan hukum," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement