Ahad 19 Nov 2017 07:47 WIB

Tantangan Media Islam di Era Kini

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Elba Damhuri
Pemred Republika Irfan Junaidi memimpin pertemuan bersama organisasi-organisasi zakat dan kemanusiaan di Kantor Republika, Jakarta, Senin (4/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Pemred Republika Irfan Junaidi memimpin pertemuan bersama organisasi-organisasi zakat dan kemanusiaan di Kantor Republika, Jakarta, Senin (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, Keberagaman yang begitu besar, terutama pada aspek agama, suku, dan pendapat, merupakan ciri Indonesia. Selain memberikan nilai lebih atas kebinekaan di negeri ini, keberagaman itu juga bisa dianggap sebagai tantangan tersendiri bagi sejumlah media Islam.

Pemimpin Redaksi Harian Republika Irfan Junaidi mengungkapkan sejumlah fenomena di lapangan yang menjadi tantangan bagi media Muslim di Indonesia. Lebih tepatnya pada keberagaman organisasi masyarakat, terutama agama yang ada di Indonesia.

"Jujur, ini jadi kesulitan besar, di mana kita harus berada di tengah-tengahnya Islam karena tengah-tengahnya Islam itu di mana sebenarnya itu sulit ditemukan," ujar Irfan pada kegiatan Annual International Conference on Islam and Civilization (AICIC) di UMM Malang, Jumat (17/11).

Irfan menilai situasi ini jelas harus membuat media Muslim mampu menerjemahkan hal yang memiliki tingkat kesulitan tinggi itu. Terlebih lagi, tingkat keterbukaan untuk berbeda pendapat masih kurang di Indonesia. Mereka masih terlalu asyik dengan dunianya sendiri tanpa ingin membuka diri untuk lainnya.

Irfan mencontohkan satu peristiwa ketika media harus bisa memberikan wadah untuk semua kalangan Muslim, tetapi di sisi lain terdapat kalangan yang mengeluh jika media tersebut memberitakan pihak lain.

"Kita pernah coba buka diri untuk memberitakan tragedi Syiah di Madura dan itu kita dapat serangan kalau kita membela Syiah. Dan saat kita memberitakan Suni, misalnya, orang Syiah nanti pada teriak mengapa tidak memberi tempat untuk mereka," ungkap dia.

Melihat kondisi tersebut, Irfan menilai umat Islam Indonesia sepertinya belum terbiasa memberi tempat untuk mendengarkan pendapat orang lain. Islam yang seharusnya besar jika dilihat dari jumlah penganutnya menjadi tak terasa karena hal itu. Umat Islam perlu membuka diri pada ruang masing-masing agar menyadari betapa besar Islam sebenarnya.

Media Muslim seperti Republika sebenarnya tak memiliki perbedaan konten dengan media umum lainnya. Irfan mencontohkan berita Setya Novanto yang isinya tidak jauh berbeda dengan media lainnya.

Hanya saja, media ini memiliki tujuan lain, yakni sekaligus berdakwah agar tidak ada yang mencuri dan menghindari korupsi. Ini merupakan ajaran Islam yang memuliakan manusia.

Meski dalam kondisi demikian, Irfan yakin takdir sebagai media Muslim tak pernah keliru. Di tengah krisis ekonomi, Republika nyatanya masih bisa eksis sampai detik ini. Semua itu karena medianya memiliki pembaca loyal yang telah berlangganan sejak awal.

Di sisi lain, pembaca loyal juga menjadi tantangan tersendiri bagi pihaknya. Mereka akan lebih merasa sensitif apabila menemukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan hati. Untuk menghadapinya, dia menegaskan, medianya akan selalu berusaha bisa merangkul semua elemen masyarakat demi menguatkan kekuatan umat Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement