Kamis 16 Nov 2017 18:54 WIB

Hamdan Zoelva: Waspada Adu Domba Jelang Tahun Politik

Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan pemaparan saat peluncuran dan diskusi buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi karya wartawan Sabir Laluhu dalam acara sarasehan pustaka di Gedung KPK Jakarta, Rabu (17/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan pemaparan saat peluncuran dan diskusi buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi karya wartawan Sabir Laluhu dalam acara sarasehan pustaka di Gedung KPK Jakarta, Rabu (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang memasuki tahun-tahun politik yang ditandai dengan event Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019, upaya adu domba antar kelompok mulai bermunculan, terutama melalui media sosial. Karena itu masyarakat diimbau cerdas saat berinteraksi dengan media sosial maupun media konvensional.

“Masyarakat harus melihat bahwa itu semua hanya proses biasa, bukan segala-galanya. Masyarakat juga tidak boleh terpancing karena berita- berita yang mungkin isinya hasutan atau adu domba. Cari sumber-sumber yang resmi dan cek ricek. Kalau kesadaran ini dibangun sejak awal, pasti tidak akan terjadi apa-apa,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva di Jakarta, Kamis (16/11).

Untuk membangun kesadaran masyarakat itu, lanjut Hamdan, perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pertama, masyarakat harus diberikan edukasi bahwa proses Pilkada dan Pilpres itu adalah proses biasa di alam demokrasi seperti sekarang. Kedua, rasa saling hormat menghormati dan tenggang rasa antara satu dan yang lain harus terus dikembangkan. Selanjutnya, hindari melakukan sesuatu yang bisa menyakiti orang lain dengan menghembuskan isu-isu sukuisme, agama, ras dan lain-lain. Kemudian hindari berita yang tak terklarifikasi apakah berita itu benar atau tidak.

“Kesadaran ini perlu terus dibangun di masyarakat karena saat persaingan Pilkada atau Pilpres tinggi, maka hoaks dan hate speech (ujaran kebencian) di media sosial sangat tinggi,” ujar mantan petinggi Partai Bulan Bintang ini.

Hamdan mengakui setiap pelaksanaan Pilkada atau Pilpres memiliki potensi konflik yang tinggi. Apalagi dengan keberadaan media sosial ini, yang membuat masyarakat bisa mengakses segala hal melalui gawai. Itu juga dipicu dengan pandangan sebagian orang bahwa pertarungan politik seperti itu adalah pertarungan hidup mati. Padahal, itu hanya mekanisme biasa dalam rangka memilih pemimpin baru dan itu pun ada masa baktinya.

Artinya, jelas pria kelahiran Bima, NTB ini, siapapun yang terpilih masih tetap bisa dikritisi dan diawasi oleh lembaga resmi seperti DPR atau DPRD. Bahkan dalam perjalanannya, masyarakat bisa terus mengkontrol sehingga siapapun yang menjadi pemimpin tidak akan sangat otoriter dalam pemerintahan demokratis seperti sekarang ini.

Ia juga mengajak masyarakat untuk belajar dari pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta lalu. Saat itu, masyarakat terkotak-kotak dengan berbagai isu sensitif, terutama agama. Hal ini harus dihindari, apalagi kekisruhan seperti ini bisa ditunggani kelompok radikal terorisme untuk melancarkan propaganda dan aksinya.

“Ingat radikalisme dan terorisme masih terus mengancam persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Masyarakat harus waspada dan benar-benar jangan mudah terpancing dengan berbagai macam isu, terutama melalui media sosial dan media,” tutur Hamdan Zoelva.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement