Rabu 15 Nov 2017 06:43 WIB

Atasi KKB Papua, Pemerintah tak Ingin Ada Korban

Rep: Arif Satrio Nugroho, Kiki Jaramaya/ Red: Elba Damhuri
Presiden Jokowi bersama Wapres JK.
Foto: Antara
Presiden Jokowi bersama Wapres JK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat keamanan masih menggunakan pendekatan persuasif terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menyandera 1.300 warga sipil di daerah Utikini dan Banti, Kabupaten Mimika, Papua. Jika tindakan persuasif tidak dicapai, Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) meminta agar aparat keamanan bisa menyelamatkan rakyat.

"Kalau tidak dicapai, tentu pemerintah mementingkan kepentingan rakyat, jadi harus tegas juga untuk menyelesaikan itu, tapi sekarang ini harus dengan (pendekatan) persuasif supaya jangan terjadi korban yang banyak," ujar JK, Selasa (14/11).

JK menilai tujuan kelompok bersenjata tersebut melakukan penyanderaan merupakan upaya untuk melawan pemerintah. Oleh karena itu, dia meminta agar aparat keamanan bisa menyelesaikan masalah ini dan menyelamatkan rakyat. "Ya, harus menyelamatkan rakyat, apa pun caranya," kata JK.

JK memastikan, bantuan makanan bagi rakyat yang disandera telah dipenuhi dari pemerintah pusat maupun daerah. Bahkan, PT Freeport Indonesia juga ikut memberikan bantuan karena ada indikasi dari 1.300 orang yang disandera banyak yang bekerja di perusahaan tambang tersebut.

Kelompok bersenjata ini dituding sebagai dalang utama dari serangkaian aksi kekerasan di wilayah Tembagapura akhir-akhir ini seperti teror penembakan terhadap kendaraan dan fasilitas PT Freeport Indonesia, penembakan terhadap anggota Brimob, penembakan terhadap warga sipil, pemerkosaan, dan lainnya.

Hingga kini, diperkirakan sekitar 1.300 warga sipil masih terjebak di kampung-kampung itu. Mereka dilarang bepergian karena dijadikan tameng hidup oleh KKB untuk melakukan perlawanan kepada aparat keamanan.

Sejauh ini, kepolisian telah menetapkan 21 orang daftar pencarian orang (DPO) atau buron atas beberapa aksi teror yang dilakukan di wilayah Tembagapura Papua oleh KKB. Polisi pun masih melakukan pengejaran terhadap 21 nama tersebut.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD),Jenderal TNI Mulyono mengimbau kepada pemerintah dan DPR untuk segera bersikap atas kasus penyanderaan ini. Sebab, mereka merupakan kelompok separatis.

"Itu separatis, berdasarkan UU harus ditumpas dan diberantas. Jadi, tentunya dalam kegiatan ini tentara ada payung hukumnya. (Kami) mengimbau kepada pemerintah dan DPR harus mengambil sikap dibagaimanakan (kelompok bersenjata)," ujarnya di Pusdikif Pussenif Kodiklat AD, Cipatat, Selasa.

Menurut dia, pihaknya terus mengikuti perkembangan kasus penyanderaan tersebut dan menilai kelompok bersenjata banyak membuat pernyataan yang mengundang provokasi, bahkan menyatakan perang dengan Indonesia. Hal itu sangat merugikan masyarakat.

Mulyono mengatakan, tanpa payung hukum yang jelas, TNI tidak bisa berbuat apa-apa di sana, apalagi kondisinya bukan dengan status darurat militer. Berdasarkan undang-undang, pihaknya saat ini mendukung kepolisian.

"Dia nantang kepada kita. Kita serahkan kepada pemerintah dan DPR. Sebab, TNI tidak bisa berbuat tanpa ada payung hukum. Selama ini masih mem-backup kepolisian karena UU-nya masih begitu," katanya.

Jenderal TNI Mulyono mengatakan, pihaknya akan bertindak dalam koridor hukum yang benar. Jika undang-undang mengamanatkan TNI turun langsung (dalam kasus penyanderaan), ia mengaku siap dan sudah mempersiapkan pasukan dengan tujuan membuat Papua lebih kondusif.

Mediasi

DPRD Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, menyatakan enggan menjadi mediator aparat keamanan dengan KKB. Ketua DPRD Mimika Elminus Mom di Timika mengatakan, persoalan yang terjadi di Tembagapura begitu rumit dan tidak bisa dipandang enteng sebelah mata.

"Aduh, susah, Pak. Jangan anggap gampang. Kita tidak bisa main-main mau masuk ke sana untuk negosiasi. Ini masalah besar. Jangan-jangan nanti kita dapat mati semua," tutur Elminus.

Anggota DPRD Mimika lainnya, Yohanes Felix Helyanan, mengaku memahami kesulitan yang dihadapi kalangan legislatif setempat untuk menengahi permasalahan antara KKB dengan aparat keamanan di wilayah Tembagapura.

"Kami tidak memiliki akses untuk mengetahui situasi yang terjadi di Tembagapura itu. Kami cuma bisa tahu dari media bahwa akses masyarakat ke Banti, Kimbeli, dan kampung-kampung lain itu sudah putus sehingga pemerintah sulit untuk distribusikan bahan kebutuhan pokok masyarakat," kata Yohanes.

Data dan Fakta Penyanderaan Papua

Versi Polisi/TNI:

- Penyanderaan dimulai sejak akhir pekan lalu

- Penyanderaan di dua desa, yakni Kimbeli dan Banti, di Kabupaten Mimika

- Jumlah penduduk mencapai 1.300 orang

- Pelaku oleh KKB/TNPPB-OPM

- Modus penyanderaan yaitu melarang warga keluar desa dan ancaman tembak mati bagi yang melanggar

Tindakan:

-Menetapkan 21 orang KKB/TNPPB-OPM sebagai DPO

- Menyalurkan bantuan logistik ke warga

- Menyebarkan maklumat agar KKB/TNPPB-OPM menyerah

Versi TNPPB-OPM

- Membantah melakukan penyanderaan

- Mengklaim tak pernah mengganggu warga sipil

- Menegaskan musuhnya hanya TNI/Polri

- Meminta TNI/Polri tak membuat berita bohong menuding TNPPB-OPM melakukan penyanderaan

(Tulisan diolah oleh Muhammad Hafil)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement