Sabtu 11 Nov 2017 18:04 WIB

11 November 1785, Diponegoro 232 Tahun Silam

Diponegoro bersurban dan menunggang kuda di depan pasukannya yang beristirahat di pinggiran Kali Bogowonto, Jawa Tengah.
Foto:
Salah satu karya paling fenomenal Raden Saleh, lukisan

Fakta lainnya, Perang Jawa yang diletuskan Diponegoro menjadi bukti yang kesekian kalinya bahwa soal agama selalu terkait dengan soal politik (kekuasaan). Dalam perang ini, ajaran Islam selain memang terkait dengan semangat pelaku utamanya, di pihak lain perang ini juga menjadi penanda awal "menggeliatnya" penyebaran ajaran Kristen di Jawa.

]

Hal ini, misalnya, setelah perang usai, mulai saat itulah muncul pendirian gereja di wilayah kerajaan Mataram itu. Fenomena tersebut menjadi bukti yang absah atas menduanya sikap kolonial Belanda dalam soal tindakan penyebaran agama yang dilakukan para misionaris.

Azyumardi menegaskan, memang secara resmi pemerintah kolonial Belanda tidak mendukung proses Kristenisasi. Namun, ini terbantahkan melalui penelitian Prof Chusnul Aqib Suminto. Dalam penelitian untuk kepentingan disertasinya, dia menunjukkan bahwa secara diam-diam Belanda memfasilitasi gereja dan lembaga-lembaganya untuk melakukan kegiatan misionaris.

''Nah, fakta ini silakan baca pada penelitian tersebut. Dalam laporan kantor untuk urusan-urusan pribumi, Belanda pada masa kolonial terbaca jelas seperti apa bantuan itu dan berapa banyak uang yang diberikan pemerintah kolonial untuk kegiatan misi agama itu. Hal yang sama juga terjadi pada orang semacam Diponegoro. Perlawanan yang dia lakukan jelas merupakan perang politik melawan penyebaran agama yang dibawa para kolonial Eropa,'' katanya.

Melihat kenyataan tersebut, maka sosok Diponegoro merupakan contoh yang baik bagi seseorang yang terus-menerus melakukan upaya perbaikan rohaninya. Selain itu, dia juga menjadi tokoh yang baik bagi orang yang tidak mau hidup terjajah.

''Diponegoro itu pahlawan Islam. Dan, yang menjadi tulang punggung spiritualnya sebagai pemimpin perang Jawa adalah ajaran tasawuf atau tarikat. Makanya, jangan heran bila pasukan Diponegoro, ya sosok orang seperti Kiai Mojo dan sebagian besar adalah para santri. Sosok dia harus menjadi teladan bagi kita untuk terus memelihara kemerdekaan kita sebagai Muslim dan sebagai warga bangsa,'' kata Azyumardi menandaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement