Sabtu 11 Nov 2017 18:04 WIB

11 November 1785, Diponegoro 232 Tahun Silam

Diponegoro bersurban dan menunggang kuda di depan pasukannya yang beristirahat di pinggiran Kali Bogowonto, Jawa Tengah.
Foto:
Pangeran Diponegoro, lukisan pensil seorang tentara Belanda ketika di tahan di Jakarta.

Belakangan juga sudah terbuit buku manuskrip karyanya yang ditulis selama masa pengasingan di Manado: Babad Dipanegara. Buku ini berisi tentang curahan pemikirannya mengenai banyak hal, misalnya soal sejarah Majapahit, kisah nabi-nabi, muncul serta tumbuhnya kerajaan Islam di Jawa, kisah para sunan, konflik Pecinan, Perang Jawa yang dipimpinnya, hingga soal pengasingannya.

Naskah ini pun kini sudah diakui sebagai Memory of The Word melaui Unesco. Dan dalam buku itu juga bisa ditelusuri semangat 'Jihad' Diponegoro.

Sejarawan Islam terkemuka Azyumardi Azra mengatakan, tak bisa dimungkiri Diponegoro yang bernama kecil Pangeran Antawirya dan Bendara Raden Mas Mutahar sebagai seorang santri dan pengikut tarekat. Dan, bila keislamannya tak sempurna, itu wajar karena dia manusia biasa. Apalagi, pemahamanan Islam di benak orang Jawa waktu dia hidup juga masih tak sedalam masa kini.

''Pada awalnya memang dia bukan santri. Tapi, ingat gerak zaman sejak abad ke-17,18, 19 di Jawa itu terjadi intensifikasi keislaman. Peran tarekat terus meningkat. Bahkan, kemudian terjadi proses eksklusivikasi tarekat, yakni semakin ketatnya sikap para penganut tarekat dalam menghadapi Belanda,'' katanya.

Dengan kata lain, sebagai seorang ningrat yang kemudian mengalami proses santrinisasi berkat meluasnya ajaran dan jaringan yang dibawa para ulama yang mampu menjangkau ke wilayah Jawa Tengah. Proses keislamannya itu dimulai semenjak masa kanak-kanak ketika dia dibawa nenek buyutnya ke luar dari keraton untuk tinggal di perdesaan Tegalrejo.

Setelah tinggal di Tegalrejo itulah, dia kemudian berkenalan ke dalam para penganut tarekat Naqsabandiyah/Syatariah.

Pada sisi lain, Diponegoro begitu kuat melawan kolonial karena dia begitu menghayati ajaran tarekat yang dianutnya. Dengan begitu, kemudian menjadi masuk akal bila di kemudian hari Kolonial Belanda begitu 'ketakutan' terhadap ajaran tarekat karena secara terbuka menyatakan melawan penjajahan adalah sebuah jihad.

''Dalam hal ini pun, Diponegoro mengalami proses intensifikasi rohani yang sangat mendalam. Ini terlihat seiring bertambahnya usia, maka semakin dalam pemahamannya terhadap ajaran Islam,'' ujar Azyumardi.

Bukan hanya itu, seiring dengan meletusnya perang tersebut, mulai saat itu terjadi pula proses intensifikasi Islam di Indonesua, khususnya di Jawa. Ini karena sebelum itu, yakni pada abad ke-17, Jawa belum menjadi pusat keagamaan.

''Pusat keagamaan sebelum abad itu masih berada di Aceh, Palembang, dan Banjarmasin. Tapi, mulai abad ke-19, Jawa kemudian berubah menjadi pusat jaringan ulama. Nah, salah satu sarananya adalah tarekat itu. Dan, Diponegoro tertarik ke situ,'' katanya.

Fakta berlangsungnya proses intensifikasi rohani Diponegoro, lanjut Azyumardi, makin terlihat jelas ketika dia berkali-kali menyatakan ingin naik haji. Keinginan ini sudah dinyatakan semenjak 1927 atau di tengah kecamuk perang. Ia menyatakan bersedia mengakhiri perang bila diizinkan pergi berhaji ke Tanah Suci Makkah.

Dalam istilah tarekatnya, dari waktu ke waktu 'makamat' (tingkatan kesufian)-nya terus naik ke jenjang yang lebih tinggi. Ini sama dengan pengalaman rohani Syekh Yusuf al-Makassari yang dibuang ke Afrika Selatan itu. Semakin bertambahnya usia Syekh Yusuf pun terus mengalami peningkatan 'makamat' kesufiannya,'' ujarnya.

Menurut Azyumardi, para sejarawan kini sepakat Perang Diponegoro memang menjadi "landasan baru" atas terjadinya perubahan di Indonesia, khususnya Jawa. Perang ini jelas merupakan perlawanan kaum santri.

Jadi, menjadi terlalu sederhana bila dalam "sejarah resmi" dinyatakan perang ini terjadi karena soal intrik pertikaian di kalangan Istana Yogyakarta, atau soal tanah Diponegoro yang dikuasai Belanda dan akan dijadikan jalan yang uang tol (pajak) bagi pelintasnya dilakukan orang-orang Cina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement