Kamis 09 Nov 2017 18:26 WIB

Imigrasi: Surat Pencegahan Setnov Sah dan Sesuai Prosedur

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Saksi. Ketua DPR RI Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong  di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Saksi. Ketua DPR RI Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Direktorat Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM tak mau ambil pusing terkait gugatan serta laporan yang dilakukan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto ihwal surat perintah pencegahan terhadap Ketum Golkar tersebut sampai April 2018. Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Agung Sampurno mengatakan, surat perintah KPK terkait pencegahan terhadap Novanto sah dan legal.

Menurutnya, surat yang diterima pada (2/10) lalu dikirim KPK secara resmi dan sesuai prosedur berlaku.

"Surat itu disampaikan oleh KPK, pada tanggal (2/10) resmi. Kemudian kami terima, di dalamnya itu jelas sekali, isi dari orang yang akan dicegah, alasan pencegahan, pejabat yang membuat pencegahan atau menandatangani. Sehingga berdasarkan itu kemudian Imigrasi melaksanakan perintah dari KPK," kata Agung saat dikonfirmasi, Kamis (9/11).

Agung pun memastikan, surat pencegahan terhadap Novanto diantar langsung petugas KPK ke kantor Imigrasi.  "Yang mengantar kan KPK, kecuali yang antar tukang jahit baru kami curiga," kata Agung. 

Menurut Agung, pihaknya hanya mengikuti permintaan pencegahan yang dilayangkan sebuah instansi, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.  Menurut dia, jika ada pihak-pihak yang tidak terima dengan keputusan pencegahan ini, bisa menempuh langkah yang diatur di UU tentang Keimigrasian tersebut. 

"Kalau mengenai palsu atau tidaknya, itu kan bukan kewenangan imigrasi menilai. Silakan saja pihak yang berkeberatan melakukan sesuai yang diatur undang-undang," ucapnya. 

Agung menambahkan, KPK merupakan salah satu instansi yang memiliki kewenangan lebih dalam hal pencegahan seseorang berpergian ke luar negeri. Menurut dia, permintaan pencegahan dari KPK bersifat perintah, yang harus dilanjutkan oleh pihak imigrasi. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 91 ayat (2) poin d. 

"Khusus untuk KPK, kewenangan yang diberikan itu berupa perintah. Jadi artinya surat yang disampaikan, surat pencegahan yang dibuat oleh KPK merupakan perintah bagi imigrasi," kata Agung. 

Bareskrim Polri resmi meningkatkan status kasus dugaan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ke tahap penyidikan. Keduanya dilaporkan terkait permintaan perpanjangan pencegahan ke luar negeri atas Ketua DPR Setya Novanto yang dilayangkan awal bulan lalu.

"Perkara yang dimaksud adalah tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan atau penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rahardjo dan kawan-kawan," ujar Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto di Mabes Polri, Rabu (8/11).

Setyo menjelaskan, secara kronologis, Saut Situmorang, selaku pimpinan KPK telah mengirimkan surat permintaan larangan bepergian keluar negeri untuk Novanto kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM pada 2 Oktober 2017. Surat itu dikirimkan setelah keluarnya putusan PN Jakarta Selatan terkait praperadilan Nomor 97/pid/prap/2017 PN Jaksel tertanggal 29 September 2017.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement