Rabu 08 Nov 2017 18:31 WIB

Fahri: SPDP Bocor Itu Strategi KPK yang Melanggar Hukum

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fahri Hamzah.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fahri Hamzah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali berkomentar atas beredarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Setya Novanto. Dalam SPDP tersebut, Novanto disebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el) oleh KPK.

Fahri menyebut KPK memang kerap mengggunakan strategi pembocoran SPDP.  "Itu kan KPK punya strategi pembocoran itu kan. Itu melanggar hukum," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (8/11).

Namun demikian, KPK menurut Fahri tidak pernah tersentuh hukum. Ia justru menyindir KPK dan orang-orang di dalamnya yang tidak pernah tersangkut kasus hukum, meski telah melakukan pelanggaran hukum. "Tapi bagi KPK itu kan nggak ada hukum. Karena orang KPK itu nggak boleh dihukum. Dia harus bersih dari hukum," ujar Fahri.

Ia mencontohkan sejumlah kasus maupun pelaporan terhadap pimpinan KPK maupun penyidik-penyidik KPK yang tidak pernah ditindaklanjuti hingga tuntas. "Karena itu kalau melaporkan orang KPK ya aman. ada indikasi korupsi aman. Polisi juga takut. Ini ada banyak kasus yang menyangkut ketua KPK, wakil ketua KPK dan penyidik yang sudah dilaporkan orang lain sudah diperiksa, bahkan ada satu kasus ya seorang tersangka tapi polisi nggak berani meneruskan," kata dia.

Sebelumnya beredar SPDP terhadap Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-el. Dalam SPDP yang beredar tersebut, tertulis nomor Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017. Penyidik pun menjerat Novanto sebagai tersangka terhitung sejak dikeluarkannya sprindik tersebut.

Dalam SPDP yang ditandangani Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tak hanya itu, surat tersebut juga ditembuskan ke Pimpinan KPK, Deputi Bidang Penindakan KPK, Deputi Bidang PIPM KPK dan Penuntut Umum Pada KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement