Selasa 07 Nov 2017 22:18 WIB

Pangdam Pattimura Paparkan Resolusi Konflik di Maluku Utara

Rep: Kabul Astuti/ Red: Elba Damhuri
Pangdam XVI/Pattimura Mayjen Doni Monardo (kiri).
Foto: Antara
Pangdam XVI/Pattimura Mayjen Doni Monardo (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima Komando Daerah Militer XVI Pattimura Mayor Jenderal TNI Doni Monardo hadir menjadi pembicara dalam dialog publik bertajuk "Resolusi Konflik Melalui Pendekatan Teritorial: Program Emas Hijau dan Emas Biru" di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (7/11). Doni memaparkan upaya resolusi konflik oleh TNI di Maluku.

Ia mengatakan, sumber daya alam yang berlimpah belum memberikan kesejahteraan yang cukup bagi masyarakat. Sejumlah desa terlibat konflik, baik desa-desa yang satu agama maupun berbeda agama. Masih ada ancaman kelompok separatis yang menggerogoti kedaulatan negara.

"Kelompok separatis RMS masih meninggalkan bekas-bekas yang belum hilang dan hampir setiap menjelang perayaan hari ulang tahun RMS, bendera RMS berkibar di hampir seluruh wilayah," kata Doni di UI Depok, Selasa (7/11).

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) 2012 mencatat, konflik komunal di wilayah tersebut mengakibatkan 8.000-9.000 korban jiwa, ratusan ribu warga mengungsi, kerusakan rumah ibadah, fasilitas publik, serta kerugian materiil lainnya.

Ancaman lainnya muncul dari kelompok laskar yang mempunyai afiliasi dengan organisasi internasional seperti Jamaah Islamiyah dan Alqaidah. Kendati demikian, Doni menyatakan kondisi politik sudah cukup stabil dalam dua tahun terakhir.

Kodam XIV Pattimura menggabungkan pendekatan keamanan dengan kesejahteraan masyarakat melalui program emas biru dan emas hijau. Emas biru adalah sektor kelautan sedangkan emas hijau sektor pertanian dan perkebunan.

Doni mengatakan potensi budidaya ikan sangat menjanjikan. Teluk-teluk di Maluku banyak yang iklimnya bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan sepanjang tahun.Menurutnya, Maluku berpotensi menjadi pusat budidaya ikan nasional. "Potensi sumber daya kelautan di Maluku sangat besar," ujar Doni.

Ia juga menyarankan program budidaya udang paname. Menurutnya, budidaya udang di Maluku sangat prospektif meski belum banyak dilirik. Salah satu pengusaha di Maluku bisa menghasilkan ratusan ton udang yang pasarnya mencapai mancanegara. Harga udang paname juga cukup mahal.

Tahun 2017 ini, menurut Doni, Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung perikanan di Maluku.

Selanjutnya, Doni menjelaskan, program emas hijau dilakukan dengan harapan dapat mengembalikan kejayaan rempah-rempah di Maluku, tanaman keras ekonomis, serta tanaman langka lainnya yang mulai banyak dilupakan.

"Saya yakin kita bisa mengembalikan kejayaan rempah-rempah di Maluku. Mengingat banyak negara di dunia yang sudah mulai meninggalkan bahan sintetis untuk makanan," ujar Doni. Ia mendorong budidaya tanaman keras yang bernilai ekonomis seperti ulin, torem, merbau, samama, lingua, eboni, meranti, dan cendana.

Upaya resolusi konflik juga dilakukan dengan program pelatihan di desa-desa konflik, pembibitan tanaman, serta proses perdamaian lewat wisata rohani sesuai agama masing-masing. Pihaknya juga melakukan penanganan mantan kelompok separatis dan keluarga NAPI lewat pemberian lapangan kerja seperti ojek dan kambing ternak.

Menurut Doni, terdapat korelasi antara kesejahteraan dengan konflik yang terjadi di Maluku. Kunjungan wisatawan kini telah meningkat dari 31 ribu pada 2010 menjadi 122.575 ribu orang pada 2016 berdasarkan data Dinas Pariwisata. "Pendapatan nelayan dan petani telah meningkat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement