REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya mengaskan pembentukan tim gabungan pencarif fakta (TGPF) untuk kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan belum diperlukan. Alasannya, pihak kepolisian selalu memiliki kemajuan dalam menyelidiki kasus tersebut.
"Menurut saya, untuk pembentukan TGPF belum perlu. Karena kami ada progress. Setiap hari, setiap minggu kami analisa dan evaluasi (anev). Ada progress di situ," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono di Mapolda, Selasa (7/11).
Dalam pengungkapan suatu kasus, bagi dia, ada kemajuannya tersendiri. Ada kasus yang terungkap dengan cepat dan ada yang lambat. Untuk saat ini, ia melanjutkan, kepolisian sudah berkonfrontasi dengan saksi, apakah benar sketsa-sketsa wajah seperti apa, kemudian juga diteliti kembali.
"Setelah dikroscek kembali, akan dimasukkan ke dalam data kepolisian. Baru kemudian di-share, agar masyarakat mengetahui bahwa ada saksi yang melihat kejadian tersebut. Kami sedang meneliti foto atau sketsa yang disebutkan oleh saksi," jelas dia.
Menurut Argo, TGPF sudah pernah dibentuk pada kasus-kasus sebelumnya. Polisi khawatir semua kasus yang belum terungkap nantinya didesak dibentuk suatu TGPF.
"Contoh ada beberapa TGPF dibentuk, seperti TGPF Trisakti, sampai sekarang kita belum dapatkan pelaku penembakan. Kemudian ada kasus Munir, sampai sekarang yang berjalan dari penyidik Kepolisian. Kemudian ada cicak vs buaya, itu sama. Pelaku pembunuhan satu keluarga di Jakarta Barat juga belum," kata dia.
Mantan ketua KPK, Abraham Samad bersama beberapa pegiat anti korupsi menyambangi Gedung KPK pada Selasa (31/10) untuk menemui pimpinan KPK. Maksud dan tujuan kedatangan mereka agar pimpinan KPK segera mengusulkan pembentukan TGPF kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan kepada Presiden Joko Widodo. Namun, Polri menyatakan belum membutuhkan TGPF untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.