Senin 06 Nov 2017 20:55 WIB

Ini Hasil Audit BPK Soal Peran TNI dalam Program Cetak Sawah

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Petani membajak sawah menggunakan kerbau di lahan pertanian Kampung Sawah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/9).
Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara
[ilustrasi] Petani membajak sawah menggunakan kerbau di lahan pertanian Kampung Sawah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai berdampak baik pada program cetak sawah Kementerian Pertanian (Kementan). Hal tersebut berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Sejak 2015 dengan bantuan TNI itu, terobosan yang sebelumnya tidak terlalu lancar dengan masuknya TNI ini justru program cetak sawah ini semakin nyata dan konkret," ujar Anggota IV BPK Rizal Djalil di Gedung Kementerian Pertanian, Senin (6/11).

Ia melanjutkan, realisasi cetak sawah hingga triwulan II 2017 sebesar 150.995 hektare dari seluruh wilayah yang sudah diprogramkan. Sementara alokasi realisasi anggaran hingga triwulan II sebesar Rp 2,6 triliun dari Rp 4,1 triliun. Namun, jika dilihat hingga saat ini realisasi anggaran diyakini Rizal telah mencapai lebih dari Rp 3 triliun.

"Anggaran yang kita pegang 2017, tadi ada koreksi, saya senang saja ada pengurangan, tagihan juga belum masuk, jadi wajar-wajar saja terkait itu," ujar dia.

Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan jika program kerja sama Kementan dan TNI sudah sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, terutama terkait pengadaan barang dan jasa. Diakui Rizal, tidak ada yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada di atas maupun di bawahnya.

Sementara itu, tetap ada beberapa hal pada pelaksanaan program cetak sawah yang perlu disempurnakan. Salah satunya terkait status kepemilikan lahan yang dikelola TNI agar aset tanah milik petani menjadi jelas.

Menteri Pertanian Amran Sulaiaman mengatakan, lahan yang dikelola menjadi cetak sawah adalah milik petani, serah terima yang dilakukan adalah setelah pengerjaan selesai, yakni penyerahan hasil pekerjaan bukan sawah ataupun lahan. "Itu tadi lahan terlantar diolah menjadi sawah setelah itu diberikan ke pemiliknya. Ini tanah milik mereka (petani)," kata dia.

Terlantar di sini, maksudnya adalah lahan yang tidak digarap untuk kemudian dimanfaatkan menjadi sawah. Di Indonesia, ia melanjutkan, ada raksasa tidur yang bisa dibangunkan yakni lahan pasang surut, lahan lebak, dan tanah tadah hujan.

Dengan menyiapkan embung dan air maka lahan tersebut akan berpotensi menghasilkan komoditas pertanian. Kemampuan tanamnya bahkan bisa menjadi dua kali tanam per tahun dari yang tadinya hanya satu kali tanam. "Nantinya target kita tiga kali per tahun. Tentu yang biasa hasilnya sekali menjadi tiga kali. Itu luar biasa kan?!" ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement