REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar uji kelayakan untuk 90 bakal calon legislatifnya pada Sabtu (4/11) dan Ahad (5/11) dengan menghadirkan 11 juri independen.
Para juri independen itu dihadirkan untuk memastikan caleg yang terpilih benar-benar berintegritas dan kompeten.
Ketua Umum PSI, Grace Natalie, mengatakan uji kompetensi secara terbuka digelar agar masyarakat kelak mengenal caleg yang dipilih. Selama ini, masyarakat memilih tanpa mengetahui rekam jejak caleg.
"Karena ini mereka ini nanti akan merepresentasikan masyarakat. Dari 250 juta penduduk Indonesia, kita hanya punya 575 anggota DPR, 1 orang mewakili jutaan masyarakat. Selama ini kita tidak tahu bagaimana proses di dalam partai seperti apa, tahu-tahu sudah keluar daftar caleg yang ditetapkan KPU," ujar Grace dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Sabtu (5/11).
Grace menjelaskan, uji kompetensi dilakukan untuk sekitar 200 peserta dalam bench pertama. Peserta disediakan 7 menit menyajikan visi-misi, gagasan, dan alasan menjadi legislatif serta 13 menit sesi tanya-jawab.
"Jadi kami minta mereka untuk menyiapkan visi-misi. Lalu, apa yang memotivasi, mau jadi anggota komisi berapa, dan apa yang akan mereka lakukan di sana,” ujar Grace.
Salah seorang juri, Djayadi Hanan, menyatakan tidak ada satu pun calon, yang telah diuji, yang tidak punya pekerjaan bagus. “Ada pengacara, dosen, juga dokter. Mereka orang-orang sukses,” kata doktor politik lulusan Ohio State University ini.
Mereka tertarik ke politik, kebanyakan, karena merasa pengabdian mereka selama ini kurang efektif. Mereka melihat PSI sebagai partai baru telah memberikan harapan.
Juri lain, Hamdi Muluk, menyampaikan rasa salutnya kepada PSI karena menggelar uji kompetensi secara terbuka. Di partai lain, tidak jelas bagaimana rekrutmen caleg yang dilakukan. Justru, aroma nepotisme tercium. "Semoga PSI konsisten melakukan tes seperti ini dan diikuti oleh partai-partai lain," kata guru besar psikologi UI ini.
Pada kesempatan yang sama, mantan komisioner KPK, Bibit Samad Rianto, menjelaskan alasannya mau menjadi juri independen. “Kenapa saya duduk di sini? Setelah tidak di KPK, kok korupsi makin merajalela. Karena itu kami bentuk Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi atau GMPK. GMPK akan bekerja sama dengan siapa pun untuk memerangi korupsi. Sekarang ada PSI, Alhamdulillah. Berarti GMPK berkesempatan memilih orang-orang yang akan duduk di kursi politik,” kata Bibit.
Bibit melanjutkan, “Lewat model seleksi PSI ini kita punya kesempatan ikut memilih orang yang akan duduk di bangku DPR. Ada harapan, sejak awal, kita pilih orang yang tidak mau korupsi untuk menjadi wakil kita di DPR. Sehingga negeri ini kemudian makin baik. “
Sementara itu, mantan menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, mengatakan dirinya bersedia menjadi salah satu juri karena mendukung politik akal sehat. “Juga saya mendukung anak-anak muda di PSI yang ingin mewujudkan perubahan,” kata Mari.
Selama reformasi, sejumlah perubahan telah terjadi di Indonesia. Tapi, kata Mari, perbaikan di ranah partai politik belum 100% seperti yang diharapkan.
Untuk merekrut calon legislatif, kata Mari, PSI menempuh cara kekinian. Cara ini terbuka untuk direview dan diikuti publik.
“Ini eksperimen, nanti ada masukan dari masyarakat. Ini akan menjadi crowd wisdom. Saya percaya, semakin banyak masukan, akan semakin baik,” ujar Mari.
Ada 11 juri independen yang menguji 90 bakal calon anggota legislatif PSI dalam dua hari ini.