REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Edi Sukmoro bersama jajarannya, menyambangi KPK pada Jumat (3/11). Kedatangannya kali ini adalah untuk berkoordinasi dengan KPK terkait kemajuan penyelesaian permasalahan aset tetap milik PT KAI.
Dalam pertemuan tersebut, Edi didampingi Direktur Aset Tanah dan Bangunan KAI Doddy Budiawan, Sekretaris Perusahaan KAI Dariadi, Deputi Direktur Aset Tanah dan Bangunan KAI Bimo Poerwadi, dan Kepala Hubungan Masyarakat KAI Agus Komarudin. Rombongan para pejabat KAI itu pun langsung disambut oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan dua wakilnya, Laode Muhammad Syarif dan Saut Situmorang. Hadir juga Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
Usai melakukan pertemuan Edi menjelaskan, terdapat persoalan selama ini karena sejumlah aset-aset PT KAI dikuasai oleh pihak lain, padahal merupakan aset negara maka KPK tentu perlu membantu.
"Ya kami biasa asistensi. Sebenarnya kerja sama dengan KPK ini sudah dari tahun 2012 sudah komunikasi terus dengan KPK. Ini kan meningkatnya terus kebutuhan untuk kemudian pelayanan kepada masyarakat maka aset-aset ini kita coba tata kembali dan rapikan," tutur Edi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/11).
Edi pun menjelaskan, saat ini lebih dari 1 juta penumpang menggunakan layan kereta rel listrik (KRL), jumlah ini melonjak dua kali lipat dari dua tahun yang lalu. "Dua tahun lalu hanya 500 ribu ini signifikan sekali sehingga fasilitas-fasilitas yang lain untuk menyangkut penumpang ini kan dibutuhkan pembicaraan dengan KPK dengan asistensi ke KPK ini," terangnya.
KAI, sambung Edi, juga tidak hanya meminta pendampingan atau asistensi di Jakarta. Namun, juga terkait aset-aset KAI di luat Jakarta bahkan di luar pulau Jawa. "Salah satunya di Medan. Sehingga harapan kami jika aset-aset ini bisa kita tata kembali maka angkutan masal yang berbasis rel kereta api yang dikehendaki pemerintah ini bisa berjalan dengan lancar," ucapnya
Sementara itu Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, selain pembahasan aset, dibahas pula terkait pembangunan MRT, LRT yang sedang berjalan. Menurut Saut, proyek tersebut juga harus dilakukan pendampingan karena memiliki anggaran hingga Rp 27,5 triliun.
"Bayangin tuh Rp 27,5 triliun. KTP-el saja baru Rp 5 triliun kan. Bayangin ini kalau nggak kita jaga. Jadi maksudnya begini, kami KPK itu kan dari awal bahwa kami harus masuk ke pencegahan. KPK tidak hanya masuk di penindakan, tapi juga di pencegahannya. Akan ada juga sejumlah kementerian, sejumlah badan-badan lain yang kita akan ajak duduk sama-sama dengan PT KAI untuk membereskan beberapa aset dan mencari solusi," jelas Saut.
Karena, sambung Saut, ada beberapa aset yang tumpang tindih. "Nanti ini kita mau cari solusi apakah itu nanti perundangannya, tata kelolanya, dan bisnis prosesnya nanti kita lihat," ujarnya.