REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ratusan korban dugaan penipuan Koperasi Pandawa melakukan aksi demo di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Kamis (2/11). Aksi tersebut nyaris rusuh dengan aparat kepolisian karena para pendemo hendak memaksakan untuk ikut menghadiri sidang pemimpin Koperasi Pandawa, Salman Nuryanto alias Dumeri dan 24 orang tim leader Koperasi Pandawa.
"Aksi Demo ini kami nilai ada kong kalikong dalam sidang yang sudah hampir 14 kali sidang PN Depok," kata Denny Andrian, pengacara korban Koperasi Pandawa dari sejumlah kota di Indonesia.
Denny mengatakan, korban Kopersi Pandawa tidak sedikit bahkan mencapai ribuan orang. Dengan nilai investasi mencapai triliunan rupiah. Tapi hingga kini tidak jelas kemana aset yang disita tersebut.
Kegiatan sidang yang dilakukan selama ini malah terkesan sandiwara seperti sinetron di televisi. Hanya formalitas karena dalam dakwaan Salman Nuryanto sama sekali tidak mencantumkan dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sesuai UU No 8/2010 tentang pencegahan tindak pidana pencucian uang.
"Kami para korban penipuan Kopersi Pandawa menuntut semua uang yang diinvestasikan diganti. Kami juga meminta, mulai dari jaksa dan hakim segera memutuskan perkara serta minta kejelasan informasi mengenai aset yang telah disita," tuturnya.
Denny menduga, tidak hanya kong kalikong namun juga diduga ada upaya bargaining tertentu antara oknum jaksa, hakim dan pengacara terdakwa. Bahkan, salah satu pengacara korban sempat melihat adanya pertemuan di kantor Kajari Depok antara hakim, jaksa, pengacara dan lainnya sekitar 26 Oktober 2017 lalu. Dia menyebut pertemuan itu dilarang dipublikasikan.
Aksi demo yang dijaga ketat aparat kepolisian jajaran tim jaguar Polres Depok dan Polsek Sukmajaya yang sempat nyaris rusuh namun dapat diamankan dan berlangsung tertib. Setelah mengelar orasi, sekitar empat perwakilan dari korban Koperasi Pandawa diterima Kajari Depok Sufari didampingi Kapoksek Sukmajaya Kompol Bronet. Mediasi dilakukan secara tertutup dan masih berlangsung. "Kami harap para pendemo untuk sabar dan menunggu hasil keputusannya," kata Bronet.