REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pihak Pemprov DKI Jakarta akan mengantisipasi kembali beroperasinya Hotel dan Griya Pijat Alexis dengan nama baru. Pemprov akan mengawasi dan menindak jika hal tersebut dilakukan manajemen Alexis.
Kepala Komunikasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Aldi mengakui memang Pemprov DKI tak mempermasalahkan bila Alexis beroperasi dengan nama baru. Kendati demikian, Pemprov DKI akan terus mengawasi dan siap menindak bila pihak manajemen Alexis nantinya kembali mengulangi kesalahan mereka sebelumnya.
“Tapi jika dia (Alexis) tetap melakukan hal yang sama misalnya, kita membuat surat (izin) belum dapat diproses, dan tentu nanti instansi terkait yang melakukan penindakan,” kata Aldi, Kamis (1/11).
Aldi mengatakan, pengawasan dan penindakan terhadap potensi beroperasinya Alexis dengan nama baru adalah kewenangan instansi terkait, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemprov DKI Jakarta. Meski begitu, PTSP bisa kembali mencabut izin beroperasi jika usaha baru yang dijalankan manajemen Alexis kembali berulah.
Baca Juga: Heboh Alexis dan Sejarah Pelacuran Jakarta
Pemprov DKI memutuskan tak memperpanjang izin operasi Alexis yang dijalankan PT Grand Ancol Hotel yang diajukan bulan lalu. Tempat hiburan yang berlokasi di Jakarta Utara tersebut sebelumnya terkenal menjalankan praktik prostitusi dan hiburan asusila kelas tinggi.
Setelah secara resmi diumumkan ditutup pada Selasa (31/10), tidak terlihat ada aktivitas pelanggan di Hotel dan Griya Pijat Alexis, kemarin. Logo Alexis yang sebelumnya ditutupi kain juga akhirnya dicopot.
Menurut salah satu petugas keamanan, semua karyawan sudah dipulangkan. "Sudah kosong. (Karyawannya) sudah enggak ada. Sudah tidak bekerja semua," kata dia. Petugas keamanan pun hanya bertugas menjaga keamanan hotel tersebut dan memastikan tidak sembarang orang masuk.
Sebelumnya, Muhammad Fajri, salah satu staf legal dan juru bicara Alexis mengungkapkan, pemberhentian operasional Alexis hanya bersifat sementara. Ia berkeras pihak Alexis masih belum menyerah memperjuangkan tempat usaha mereka.
Mereka berkeinginan tetap mengoperasikan Hotel dan Griya Pijat Alexis pada masa mendatang. "Kami akan berusaha agar usaha kami bisa tetap berjalan," kata Fajri dalam konferensi pers pihak Alexis pada Selasa (31/10).
Aldi mempersilakan Alexis jika ingin melakukan gugatan atas kebijakan itu. Menurut Aldi, hal yang wajar ada kebijakan yang menuai pro dan kontra termasuk kebijakan PTSP yang belum bisa memproses izin usaha untuk Alexis.
Yang pasti, menurut dia, PTSP juga memiliki landasan kuat untuk mengambil keputusan tidak memperpanjang izin usaha bagi PT Grand Ancol Hotel itu.
Tidak berkah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim, pihaknya memiliki banyak laporan tentang Alexis dan hotel-hotel lain yang melakukan pelanggaran dengan menyediakan jasa prostitusi dan hiburan asusila. Menurut Anies, ia mempunyai tim khusus yang bekerja untuk menyelidiki hotel-hotel bermasalah.
"Selama ini tim saya sendiri sudah bekerja dan punya data lengkap termasuk sopir-sopir taksi yang bekerja, siapa saja yang dari luar kota datang, semuanya ada. Jadi ada, bukan enggak ada. Cara masuk gimana, cara mengatur HP gimana. Semua ada," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.
Walaupun begitu, ia menolak membuka data-data tersebut kepada publik. Menurut dia, data itu tidak perlu ditunjukkan secara detail.
Tak hanya itu, Anies mengatakan, Pemprov DKI sudah memiliki data usaha-usaha hiburan yang menyelubungkan praktik prostitusi di dalamnya. Menurut dia, ada banyak tempat yang peruntukannya serupa Alexis dengan kedok usaha hiburan.
Anies menyatakan, Pemprov DKI akan menindak tegas hotel-hotel yang melanggar peraturan seperti Alexis. Timnya akan bekerja secara diam-diam untuk memeriksa semua hotel yang terindikasi satu per satu. "Jadi sekarang yang masih berjalan, yang merasa, siap-siap. Bagi daerah seperti Jakarta ini pemasukan dari mana tidak ada artinya dibanding dengan tegaknya aturan dan perdanya ada," ujar dia.
Anies telah memerintahkan Dinas Pariwisata DKI untuk mengingatkan sekaligus mengedukasi pengusaha hiburan agar tidak menyalahgunakan izin yang diberikan. Namun, menurut dia, yang paling efektif adalah penindakan di lapangan.
”Masalahnya bukan pada edukasinya, melainkan pada pengawasan dan penegakan aturannya,\" kata dia.
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu mengaku tak memedulikan berapa pajak yang mereka bayar. Ia mengatakan tak akan menukar jumlah rupiah yang dibayarkan dengan menoleransi pelanggaran yang mereka lakukan.
(Mas Alamil Huda/Inas Widyanuratikah, Editor: Fitriyan Zamzami).