Bila melihat sepak terjang dan perjalanan karir Luhut di pemerintahan Jokowi, hadirnya Luhut di Meikarta bisa dipahami dari beberapa sudut pandang dan kepentingan.
Pertama, kehadiran Luhut menegaskan dukungan pemerintahan Jokowi terhadap proyek Meikarta. Ini merupakan isyarat dan pesan yang sangat jelas dan terang benderang bagi Pemprov Jabar, dalam hal ini Wagub Deddy Mizwar (Demiz) yang selama ini mempermasalahkan proses pembangunan Meikarta.
Sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo pada sebuah kesempatan juga sempat menyindir Demiz. Karena dinilai menghambat program investasi yang sangat diagung-agungkan oleh pemerintah.
Presiden Jokowi sejauh ini belum pernah menyampaikan pernyataan apapun soal sengkarut Meikarta. Namun bila keadaan memaksa, kemungkinan besar Presiden Jokowi juga akan angkat bicara, seperti pada kasus reklamasi. Kedatangan Luhut tidak bisa diragukan lagi sebagai pertanda bahwa dia hadir ‘on behalf of Presiden’.
Sebagai orang kepercayaan Jokowi, Luhut dikenal sebagai ‘troubleshooter’ yang tidak segan untuk pasang badan ketika muncul persoalan yang berkaitan dengan kepentingan politik pemerintah. ‘Tour of duty’-nya di kabinet, makin menunjukkan bahwa Jokowi sangat mengandalkan, bahkan bergantung kepadanya.
Luhut memulai debutnya sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP), kemudian bergeser menjadi Menko Polhukam, dan terakhir menjadi Menko Maritim. Ketika menjadi Menko Maritim Luhut juga sempat menjabat sebagai Menteri ESDM ketika ribut-ribut kewarganegaraan Arcandra Tahar yang dicalonkan sebagai menteri ESDM.
Sebagai Menko Maritim Luhut menangani beberapa proyek besar seperti perpanjangan kontrak dengan Freeport, dan yang paling monumental ketika dia pasang badan dalam program Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Kasus reklamasi ini membuat Luhut berhadapan dengan pasangan Anies-Sandi sebagai penguasa baru Jakarta. Luhut juga harus berhadapan dengan perlawanan alumni dari berbagai perguruan tinggi, serta para penggiat lingkungan dan HAM. Semua dijabani oleh Luhut.
Ketika berlangsung hiruk pikuk Aksi Bela Islam, dan Ahok menghina Ketua MUI KH Ma’ruf Amien di persidangan, dengan sigap Luhut mengajak Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya menemui Ma’ruf di rumahnya. Soal ini sebenarnya juga tidak dalam kewenangan Luhut. Harusnya yang mengambil peran adalah Menko Polhukam Wiranto
Tapi itulah Luhut, “Man for all seasons and situations.” Berbagai manuver Luhut ini sebenarnya bisa menjelaskan mengapa Luhut kemudian muncul di ‘topping off’ Meikarta.
Kedua, sebagai seorang troubleshooter kehadiran Luhut bisa dimaknai ada suatu masalah yang harus segera diselesaikan di Meikarta. Selain persoalan perizinan, Meikarta nampaknya menghadapi problem tidak dapat memenuhi infrastruktur penunjang yang dijanjikan.
Dalam berbagai brosur dan iklan yang disebar secara massif, Meikarta menjanjikan kawasan seluas 500 hektar itu akan terhubung dengan berbagai moda transportasi yang kini tengah dibangun pemerintah, antara lain kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Belum lagi sederet fasilitas seperti pembangunan Patimban Deep Seaport, pembangunan bandara internasional Kertajati, dan pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek Elevated Higway.