REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mendantangani Upah Minumum Provinsi (UMP) yang akan diberlakukan, 1 November 2017 ini. Namun, penetapan UMP tersebut ternyata memperoleh penolakan dari buruh.
Menurut Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Barat, Roy Jinto, pihaknya telah menolak menandatangani penetapan UMP Jabar. Karena, SPSI selalu tidak menyetujui UMP Jabar sejak PP Nomor 78 Tahun 2015 disahkan.
"Jelas sekali pemerintah memakai PP 78. Kalau kita di dewan pengupahan menolak. Kita tidak menandatangani, menolak pemberlakuan UMP oleh pemerintah," ujar Roy kepada wartawan, Senin malam (30/10).
Roy mengatakan, sikap yang diambilnya ini sama seperti awal UMP dan UMK ditentukan dengan menggunakan PP 78. "Kami akan lakukan upaya hukum," katanya.
Upah Minimum Provinsi Jabar 2018 Sekitar Rp 1,5 Juta
Roy menjelaskan, langkahnya menolak PP 78 tersebut disebabkan peraturan ini tidak menjadikan kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai dasar penetapan UMK dan UMP. Dengan peraturan ini, UMP dan UMK hanya didasarkan pada angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional.
"Jadi tidak ada survei kebutuhan masyarakat," katanya.
Padahal, kata dia, kebutuhan masyarakat di setiap daerah berbeda-beda. Selain itu, sebenarnya setiap tahun memang sudah ada UMK di tiap kabupaten dan kota.
"Kalau UMP biasanya untuk perkebunan. Dan memang tidak ada UMK yang di bawah UMP," katanya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah kembali ke UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, untuk menentang PP 78, pihaknya akan menggelar demonstasi besar-besaran menjelang 21 November 2017.