REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat menandatangani kesepakatan dengan Polda Jawa Barat untuk penanganan berbagai masalah. Di antaranya, pengawasan dana desa di Jawa Barat, pelatihan dan pembinaan calon anggota Polri di sekolah dan pesantren, serta memasukkan materi penyalahgunaan narkoba di kurikulum sekolah.
Menurut Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto, kerja sama ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk melakukan langkah preventif agar dana desa bisa terserap dan diterima manfaatnya oleh masyarakat dengan maksimal. Ia yakin, jika dana desa disalurkan sebaik mungkin maka pembangunan di desa akan meningkat dan kian menyejahterakan masyarakat.
"Dana desa terkadang tidak terserap atau terjadi penyimpangan," ujar Agung saat ditemui usai penandatangan MoU tersebut di Gedung Sate, Senin (30/10).
Karena itu, menurut Agung, Polda Jabar melaksanakan penandatanganan MoU dengan Pemprov Jabar, untuk dijabarkan di tingkat pelaksana.
Kesepakatan itu juga memuat tentang pelatihan dan pembinaan calon anggota Polri di sekolah dan pesantren, serta memasukkan materi penyalahgunaan narkoba di kurikulum sekolah. Terkait memasukkan kurikulum penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah di Jawa Barat, Agung pun mengucapkan terima kasih.
"Saya menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Jabar yang telah merespons positif rencana tersebut, sebagai pengelola SMA dan SMK," katanya.
Agung menilai, masalah pencegahan narkoba ini harus masuk dalam kurikulum untuk mencegah penyebarannya di kalangan generasi muda. Kalau ada dalam kurikulum, ia yakin pencegahan bisa maksimal jadi banyak.
"Narkoba ini, harus dicegah karena dampaknya meluas. Kami pernah mengkap begal, yang membegal dengan alasan untuk memenuhi kecanduannya jasi berbagai cara dilakukan agar bisa pakai narkoba," katanya.
Untuk kerja sama ketiga, yakni penerimaan atau rekrutmen SDM Polri di Jawa Barat, ia ingin proaktif ke sekolah-sekolah di tingkat SMA dan pesantren di Jawa Barat untuk mencetak calon SDM Polri yang andal. “Kami ke SMA dan pesantren, akan terjun mengecek dulu siapa yang minat. Kemudian kita latih," katanya.
Karena itu, dia mengatakan, saat ada rekrutmen anggota Polri yang sudah dilatih pasti bisa lulus. “Jadi tidak ada KKN lagi, karena semua calonnya punya kompetensi," ujarnya.
Agung mencontohkan pernah ada santri yang memiliki nilai akademis yang tinggi, namun saat dilakukan tes fisik, santri tersebut tidak bisa lulus akibat kurang berlatih. "Kesepakatan antara kapolda dengan Gubernur ini akan ditindaklanjuti oleh tingkat polres dan bupati atau walikota di daerah," katanya.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan akan mendorong pelatihan dan pembimbingan siswa atau santri yang berminat menjadi anggota Polri selama masih di pesantren atau sekolahnya.Sehingga, yang akan direkrut ini secara pendidikan mereka cocok, bahkan dari sisi kedekatan dengan masyarakat bagus.
"Bahkan mereka kan hafal Alquran, itu sangat bagus. Fisiknya dilatih, jadinya saat pendaftaran dan ujian, bisa lolos dan hasilnya bagus," kata Ahmad Heryawan yang akrab disapa Aher.
Aher pun berharap, dana desa bisa digunakan secara efektif dan efisien jika dikerjasamakan pengawasannya dengan anggota Polri. Semua tindakan preentif dapat mencegah pemerintahan desa terjerat masalah hukum akibat penyalahgunaan anggaran desa atau ketidaktahuan atas peraturan penggunaan dana desa.
Selama ini, dia mengatakan, sebanyak 5.312 pemerintah desa di Jawa Barat mendapat dana desa sebesar Rp 4,5 triliun. Angka ini naik dari yang tahun lalu hanya Rp 3,5 triliun.
"Dengan demikian, setiap desa mendapat sekitar Rp 800 juta. Pemprov Jabar sendiri memberikan Rp 165 juta untuk setiap desanya," katanya.