Ahad 29 Oct 2017 17:05 WIB

Pertimbangan PVMBG Turunkan Status Gunung Agung

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Anggota tim dari Universtas Gajah Mada memantau keberadaan pesawat tanpa awak jenis FX-79 Buffalo dalam pemotretan jalur lahar Gunung Agung yang kini masih berstatus awas di Kota Amlapura, Karangasem, Bali, Kamis (19/10).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Anggota tim dari Universtas Gajah Mada memantau keberadaan pesawat tanpa awak jenis FX-79 Buffalo dalam pemotretan jalur lahar Gunung Agung yang kini masih berstatus awas di Kota Amlapura, Karangasem, Bali, Kamis (19/10).

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Status Gunung Agung, Provinsi Bali resmi diturunkan dari level empat atau awas ke level tiga atau siaga. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMNG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani mengatakan ada beberapa pertimbangan penurunan status ini, berdasarkan pengamatan aktivitas kegempaan, deformasi, data pendukung, dan citra satelit.

"Sejak 20 Oktober 2017, aktivitas kegempaannya terus menurun jumlahnya dengan amplitudo berkisar 4-8 milimeter (mm)," kata Kasbani di Karangasem, Ahad (29/10).

Gempa vulkanik dangkal di Gunung Agung menunjukkan penurunan konsisten sejak 20 Oktober 2017 dengan amplitudo berkisar 3-8 mm. Gempa tektonik lokal yang mengindikasikan perubahan stres pada struktur (sesar) di sekitar Gunung Agung akibat pergerakan magma jumlahnya juga relatif menurun konsisten dengan amplitudo berkisar 5-8 mm.

Analisis pola perubahan energi seismik di periode krisis Gunung Agung mengindikasikan penurunannya melambat dengan sangat cepat dan cenderung mengarah ke fase relaksasi. Pemantauan visual menggunakan drone yang dilakukan pada 29 Oktober 2017 menunjukkan aktivitas embusan gas di dalam kawah relatif menurun dibanding kondisi 20 Oktober 2017.

Pemantauan termal dengan menggunakan citra satelit Sentinel-2 sepanjang September-Oktober 2017, kata Kasbani merekam anomali termal berupa titik-titik tembusan gas. Intensitas anomali pada Oktober 2017 cenderung menurun dibanding sebulan sebelumnya. Citra Satelit ASTER TIR juga mengindikasikan penurunan luas area panas di dalam kawah Gunung Agung.

Terakhir, analisis data GPS Gunung Agung mengindikasikan tidak adanya deformasi signifikan. Inflasi atau penggembungan tubuh gunung, kata Kasbani puncaknya terjadi September 2017. Setelah itu, GPS mengindikasikan adanya deflasi di sumber yang dalam, namun pada sumber dangkal mengalami penambahan tekanan yang menyebabkan puncak Gunung Agung mengalami deformasi sebesar enam sentimeter (cm).

"Sejak 20 Oktober 2017 sampai saat ini, data GPS mengindikasikan adanya perlambatan laju deformasi," kata Kasbani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement