REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi UU Pilkada dan UU Parpol yang diajukan oleh politikus Djan Faridz. "Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat, di Gedung MK Jakarta, Kamis (26/10).
Menurut Mahkamah, tidak ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon dengan berlaku norma-norma a quo yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh Pemohon. "Sehingga Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 ayat (1) UU MK," ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan pertimbangan Mahkamah.
Karena itu, Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan Pemohon. Sebelumnya Djan Faridz selaku Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh keberadaan pasal 40A ayat (3) UU Pilkada, dan pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan pasal 33 Undang Undang Parpol.
Menurut Pemohon, ketentuan pasal tersebut telah memberikan ruang bagi Kementerian Hukum dan HAM untuk mengabaikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ketentuan tersebut mengakibatkan pengakuan atas sahnya pimpinan suatu partai politik yang telah menempuh upaya penyelesaian konflik internal melalui pengadilan tidak lagi semata-mata digantungkan kepada putusan pengadilan itu sendiri, namun digantungkan pada kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Pemohon berpendapat hal demikian telah merugikan hak konstitusional Pemohon untuk memperoleh kepastian hukum yang adil serta hak untuk memperoleh perlindungan keadilan berdasarkan putusan pengadilan.