Rabu 25 Oct 2017 22:19 WIB

BNPB: Puncak Ancaman Kebakaran Hutan Telah Berlalu

Kepala Pusat Data Informasi Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Kepala Pusat Data Informasi Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)  menyatakan periode kritis kebakaran hutan dan lahan telah berlalu seiring pergantian musim dari kemarau menuju penghujan di banyak tempat di Indonesia. BNPB juga menyatakan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan selama 2017 telah berhasil dengan baik.

"Puncak ancaman kebakaran hutan dan lahan telah berlalu," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/10).

Dia mengatakan September adalah puncak dari musim kemarau yang umumnya menimbulkan kebakaran hutan dan lahan meluas di Indonesia. Namun berkat kesiapsiagaan, sinergi dan antisipasi berbagai pihak, kata dia, dapat membuat pemadaman kebakaran, jumlah titik api, luas kebakaran hutan dan lahan menurun dibanding tahun sebelumnya.

Sutopo mengatakan Presiden Joko Widodo juga terus memantau pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Sinergi antarpihak menentukan keberhasilan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

"Hasilnya, kebakaran hutan dan lahan selama tahun 2017 dapat diatasi dengan baik. Berbagai indikator menunjukkan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah berhasil dengan baik," kata dia.

Beberapa penanda itu, kata dia, jumlah hotspot kebakaran hutan dan lahan berkurang, indeks standar pencemaran udara normal hingga sehat, jarak pandang normal dan aktivitas masyarakat berjalan normal selama tahun 2017 serta tidak ada bandara yang tertutup akibat asap.

Selanjutnya, dia mengatakan jumlah hotspot dari pantauan satelit NOAA menurun 32,6 persen selama tahun 2017 dibandingkan tahun 2016. Pada tahun 2016 jumlah hotspot dari NOAA sebanyak 3.563 sedangkan selama 2017 sebanyak 2.400 titik.

Begitu juga, kata dia, hotspot kebakaran hutan dan lahan dari pantauan satelit Terra-Aqua, terjadi penurunan 46,9 persen. Selama tahun 2016 terdapat 3.628 hotspot, sedangkan tahun 2017 sebanyak 1.927 titik untuk tingkat kepercayaan di atas 80 persen.

Berdasarkan analisis citra satelit yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lanjut dia, luas kebakaran hutan dan lahan juga berkurang. Selama tahun 2017 terdapat 124.983 hektar hutan dan lahan yang terbakar. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada tahun 2016 seluas 438.360 hektare dan tahun 2015 seluas 2,61 juta hektar.

Sutopo menambahkan, selain itu terjadi pergeseran lokasi kebakaran hutan dan lahan. Jika sebelumnya daerah yang banyak terbakar adalah di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2017, bergeser ke NTT, NTB dan Papua.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama tahun 2017, daerah yang banyak terbakar di NTT seluas 33.030 hektare, NTB 26.217 hektare dan Papua 16.492 hektare.

Sedangkan daerah-daerah yang langganan kebakaran hutan di tahun sebelumnya, justru berkurang. Luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau 6.841 hektare, Sumatera Selatan 3.007 hektare, Jambi 109 hektare, Kalimantan Barat 6.992 hektare, Kalimantan Selatan 3.007 hektare, Kalimantan Tengah 1.365 hektare dan Kalimantan Timur 262 hektare.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement