Rabu 25 Oct 2017 15:29 WIB

Ini Keinginan Menteri Hanif Setelah UU Pekerja Migran Sah

Rep: Kabul Astuti/ Red: Nur Aini
Sejumlah anggota DPR mengikuti Sidang Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Rabu(25/10).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah anggota DPR mengikuti Sidang Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Rabu(25/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia baru saja disahkan DPR RI dalam sidang paripurna, Rabu (25/10). Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan undang-undang ini merupakan jawaban terhadap dinamika perubahan perlindungan pekerja migran Indonesia saat ini, sekaligus penyempurnaan atas UU No 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang sudah berlaku selama 13 tahun.

Menurut Hanif, tantangan ke depan terhadap tata kelola penempatan tenaga kerja migran Indonesia adalah menyeimbangkan aspek pengelolaan risiko dengan kesempatan dalam konteks migrasi.

"Kami ingin tenaga kerja yang bekerja di luar negeri bisa semakin banyak tapi lebih berorientasi pada mereka yang punya skill (keterampilan)," kata Hanif Dhakiri di Gedung DPR RI, Rabu (25/10).

Hanif mengatakan perlindungan terhadap pekerja migran harus terus ditingkatkan. Hal ini untuk mencegah migrasi nonprosedural dan perdagangan orang.

Undang-undang yang baru disahkan ini akan memberikan perlindungan bagi pekerja migran secara terintegrasi, memberikan bekal kompetensi bagi calon pekerja migran Indonesia, sampai dengan pemberdayaan ekonomi dan sosial setelah bekerja bagi pekerja migran dan keluarganya.

Menaker memaparkan beberapa substansi penting dalam UU ini antara lain, pemberian jaminan sosial bagi pekerja migran Indonesia yang dilaksanakan oleh BPJS, serta pembagian tugas yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam perlindungan pekerja. "Aturan ini membedakan secara tegas antara pekerja migran Indonesia dengan WNI di luar negeri yang tidak termasuk sebagai pekerja migran," kata Hanif.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan peraturan turunan dari UU ini. Menurut Saleh, hal itu menjadi salah satu pembahasan yang paling alot dalam rapat bersama pemerintah.

"Kami menginginkan peraturan turunannya akan selesai satu tahun, tetapi pemerintah meminta dua tahun. Kami berharap kepada Menaker untuk mempercepat hal ini karena buruh migran di luar negeri menunggu aplikasi UU ini," kata Saleh.

Saleh juga meminta pemerintah mencarikan solusi terkait dengan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan. Dari hasil evaluasi komisi IX DPR RI, belum semua perlindungan yang dibutuhkan tenaga kerja di luar negeri bisa ditanggung secara penuh oleh BPJS Ketenagakerjaan. "Karena itu kami meminta kepada pemerintah untuk mencari solusi agar semuanya bisa ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan," kata Saleh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement