REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengatakan penundaan rencana pembentukan densus tipikor tidak perlu dipermasalahkan. Menurutnya, yang penting adalah penegakan hukum yang terintegrasi dan punya satu roadmap atau peta jalan bersama.
"Ini kan bukan soal ada atau tidak ada. Yang penting kalau menurut saya bagaimana kita menciptakan penegakan hukum yang terintegrasi, satu roadmap, saling koordinasi, saling satu langkah," katanya di Gedung DPR RI, Selasa (24/10).
Yasonna berharap tidak ada ego sektoral antar lembaga negara. Lembaga yang satu merasa lebih hebat dibanding yang lain, atau sebaliknya. Yasonna tidak ingin Densus Tipikor nantinya seolah dihadap-hadapkan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menkumham meminta antar lembaga penegak hukum saling berkoordinasi dan membuat satu peta jalan bersama dalam pemberantasan korupsi. Jika usulan itu disepakati, kata dia, nantinya dapat ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kecil untuk menyusun peta jalan bersama.
"Semangatnya adalah bagaimana memberantas korupsi secara bersama-sama. Soal nanti apakah (Densus Tipikor-red) itu disepakati atau tidak ya kita tunggu, presiden pasti mengundang kembali rapat. Kita dengar saja bagaimana," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan menunda rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri. Keputusan tersebut diambil dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (24/10) siang.
"Pembentukan Densus Tipikor untuk sementara ditunda untuk kemudian dilakukan pendalaman lebih jauh lagi," ujar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. Selanjutnya, pengkajian terhadap rencana pembentukan Densus Tipikor diserahkan kepada Kemenko Polhukam.