Selasa 24 Oct 2017 05:51 WIB

Pemkot Jaksel Pastikan Eksekusi Lahan yang Hambat Proyek MRT

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Ani Nursalikah
Anis-Sandi Tinjau MRT. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Stasiun MRT Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (20/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anis-Sandi Tinjau MRT. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Stasiun MRT Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi memastikan akan segera mengeksekusi lahan yang mengganggu proyek mass rapid transit (MRT) di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Ia akan mengirim surat peringatan kepada pemilik lahan yang sampai saat ini tidak menyerahkan lahannya.

Tri mengatakan, surat itu dikirim Senin (23/10) kepada tiga pemilik lahan yang masih bertahan hingga menyebabkan proyek MRT itu terhambat. Eksekusi, kata dia, paling cepat akan dilakukan sepekan setelah surat dilayangkan. "Paling nggak seminggulah (dieksekusi)," kata dia di Balai Kota, Senin (23/10).

 

Menurutnya, yang dipermasalahkan mereka adalah harga ganti rugi tanah yang dimilikinya. Padahal, sebagian besar warga yang lahannya dilalui jalur MRT telah menyerahkan lahannya dengan harga yang wajar. Namun, menurut Tri, mereka ini meminta ganti rugi di luar harga wajar hingga berujung pada saling gugat di pengadilan.

 

"Dia minta harganya Rp 120 juta. Putusan pengadilan Rp 60 juta. Kita bandinglah ke MA belum keluar sampai sekarang. Kalau dia mau yang sudah ditetapkan Rp 30 juta per meter itu," ujar dia.

 

Proyek MRT di Stasiun Haji Nawi, Fatmawati, Jakarta Selatan bisa dilanjutkan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunjungi tempat tersebut, Jumat (20/10). Mahesh dan Sigit, warga yang memiliki bangunan yang menghambat proyek MRT akhirnya bersedia tokonya digusur.

 

Sigit mengungkapkan, ia sudah bolak-balik minta mediasi tetapi tidak kunjung diakomodasi. "Saya ingin mematuhi hukum, tapi Pemdanya naik banding. Jadi saya sebenarnya lebih ingin kepastiannya bagaimana," kata Sigit.

 

Hal yang sama diungkapkan Mahesh. Ia tidak masalah akan adanya penggusuran asalkan sesuai dengan peraturan di undang-undang. "Ingin sesuai undang-undang. Ada kerugian ekonomis, ada tenggat waktu, ada macam-macam. Ini kan proyek negara, proyek nasional," kata Mahesh.

 

Pada saat membujuk kedua warga, Anies mengingatkan proyek MRT adalah proyek nasional. Ia tidak ingin ada apa pun yang terhambat. "Ini untuk kepentingan nasional. Kalau soal nego mari kita ngobrol. Tapi saya tidak ingin ini terhambat," kata Anies.

 

Setelah mengobrol dengan Anies, Mahesh dan Sigit setuju bangunannya langsung dirobohkan. Secara simbolis, Anies bersama Mahesh memegang palu dan memukul pagar bangunan milik Mahesh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement