Selasa 24 Oct 2017 00:40 WIB

Pengemudi Taksi Online Khawatirkan Penerapan Stiker

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Elba Damhuri
Ratusan mobil taksi di parkir di Jl Diponegoro pada aksi ribuan pengemudi transportasi berbasis aplikasi online di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (16/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ratusan mobil taksi di parkir di Jl Diponegoro pada aksi ribuan pengemudi transportasi berbasis aplikasi online di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengeluarkan peraturan terkait penyelenggaraan taksi daring berbasis aplikasi melalui rancangan revisi Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2016. Budi memaparkan, ada sembilan poin yang diatur dalam Revisi PM 26 Tahun 2017, termasuk pemasangan stiker per 1 November 2017.

Salah satu pengendara taksi online, Sularso, mengaku telah mendengar PM 26 tersebut. Terkait stiker yang berfungsi membedakan taksi daring dan angkutan pribadi, Sularso mengaku tidak masalah dengan peraturan tersebut. "Untuk stiker, selama tidak bertentangan dengan peraturan lalu lintas, ya tidak masalah," kata Sularso saat ditemui Republika di Jalan Juanda, Kota Bekasi, Senin (23/10).

Dia juga mengatakan, tidak terbebani dengan persyaratan memiliki KIR, mengingat peraturan tersebut memang telah berlaku di Kota Bekasi beberapa waktu lalu. Namun, saat ditanya mengenai kesiapan peraturan penerapan stiker bagi taksi daring, pria 56 tahun ini sedikit khawatir.

Menurut Sularso, ketegangan antara kendaraan konvensional dan taksi online hingga kini masih kuat. Dia menganggap, jika stiker itu diterapkan maka ruang gerak taksi daring akan lebih terbatas.

"Justru itu (pakai stiker), maka kita (taksi daring) akan lebih terlihat. Kalau Pemerintah sudah menetapkan itu, ya takut-takut juga," kata dia.

Jika pemerintah memang ingin menetapkan peraturan tersebut, maka harus ada tanggung jawab jika nantinya terjadi perseteruan antara kendaraan konvensional dan taksi daring. Selain itu, pemerintah, kata dia juga harus berupaya menyatukan kedua belah pihak sebagai bentuk antisipasi.

"Kalau sudah jadi satu ya tidak masalah, jadi bebas dan jalan juga aman. Karena kalau kondisi masih seperti sekarang, kami juga masih takut dan tidak bebas," kata Sularso.

Sementara itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi Yayan Yuliana mengatakan, saat ini Dishub masih melakukan diskusi ke beberapa stakeholder untuk menampung saran dan aspirasi. Meskipun sosialisasi tentang PM 26 yang rencananya akan diterapkan 1 November tersebut telah dilakukan di beberapa daerah di Jawa Barat, namun Yayan mengaku hingga kini Kota Bekasi belum melakukannya.

"Kita masih belum lakukan sosialisasi langsung ke taksi daring," kata Yayan saat ditemui Republika di Kantor Dinas Perhubungan, Senin (23/10).

Terkait rencana penerapan stiker bagi taksi daring, Yayan mengaku sangat setuju. Menurut dia, dengan adanya stiker tersebut dapat membantu petugas membedakan antara taksi daring dan kendaraan pribadi.

"Sekarang kita (dishub) memang sulit membedakan mana kendaraan pribadi dan taksi online. Jadi memang harus dibedakan mana taksi online mana bukan dengan menggunakan stiker itu," kata dia.

Menurut dia, karena sulitnya membedakan antara kendaraan pribadi dan taksi online, mengingat keduanya berplat hitam, maka tak jarang petugas salah bertindak. Selain itu, Yayan mengatakan, sejatinya saat taksi daring yang tertangkap tangan tidak memiliki KIR, maka mereka akan ditindak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement