Senin 23 Oct 2017 15:52 WIB

Cuma PAN Partai Pendukung Pemerintah yang Tolak Perppu Ormas

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sesaat sesaat sebelum rapat pengambilan tingkat I pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Ormas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (23/10).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sesaat sesaat sebelum rapat pengambilan tingkat I pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Ormas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandangan akhir seluruh fraksi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) selesai dibacakan dalam rapat Komisi II DPR dengan Pemerintah pada Senin (23/10). Nantinya, hasil pandangan fraksi tersebut akan dilaporkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (24/10).

Berdasarkan pandangan akhir fraksi tersebut diketahui terbagi menjadi tiga suara yakni mendukung Perppu Ormas disahkan menjadi Undang-undang, menerima Perppu Ormas dengan catatan dan menolak Perppu Ormas.

Kelompok fraksi yang menolak Perppu Ormas disahkan menjadi UU yakni PAN, PKS dan Partai Gerindra. PAN menjadi satu-satunya partai pendukung pemerintah yang menolak disahkannya Perppu Ormas menjadi UU.

Fraksi PAN dalam pertimbangannya melalui juru bicaranya Yandri Susanto mengatakan, tidak ada alasan yang memenuhi Perppu Ormas layak untuk diterbitkan, mulai dari sisi kegentingan memaksa, maupun lainya. Bahkan fraksinya menilai, Perppu Ormas dapat mengancam negara demokrasi dan negara hukum.

"PAN menilai Perppu Ormas menghilangkan ruh Pancasila dan melanggar HAM. Sikap PAN sama dengan ormas lainnya, PAN menolak perppu menjadi UU," ujar Yandri.

Sementara, dua fraksi partai oposisi yakni Partai Gerindra dan PKS konsisten menolak Perppu disahkan menjadi UU. Anggota Komisi II dari Fraksi PKS Sutriyono mengatakan, penolakan PKS didasarkan alasan tidak ada kekosongan hukum untuk menerbitkan ormas sehingga perppu tidak memenuhi hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Kedua, lanjut Sutriyono, dalam Perppu ormas juga terdapat ambiguitas yang rawan ditafsirkan secara sepihak, adanya pasal karet seperti, norma larangan untuk menggunakan nama, lambang, bendera atau simbol organsasi.

Ketiga, PKS memandang dengan dihilangkan peran pengadilan, dikhawatir akan memunculkan otoritarianisme. Keempat, perppu memuat sanksi pidana yang bisa disalahgunakan untuk kriminalisasi. "Berdasarkan pandangan di atas, PKS menyatakan tidak setuju perppu untuk diterapkan menjadi UU. Diambil dengan kajian yang matang dan mendengar pandangan dari berbagai ormas," katanya.

Sutriyono juga menegaskan, sikap PKS tersebut juga bukan berarti PKA setuju dengan radikalisme. "Justru kami secara tegas menolak radikalisme. UU ormas yang ada bisa digunakan. Kalau terlalu lama dalam pembubaran, maka bisa dilakukan revisi terhadap UU," katanya.

Anggota Komjsi di II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Azikin Soeltan menyebut Perppu Ormas justru membuat Indoenesia kembali ke era Orde Baru. "Karena pembubaran ormas tanpa pengadilan. Kami melihat tidak ada kegentingan memaksa.  Tiga syarat membuat perppu juga tidak terpenuhi, Partai Gerindra menyatakan dengan tegas menolak perppu," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement