REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menuturkan, ada yang menarik dari pro-kontra kehadiran Densus Tipikor Polri. Menurutnya, banyak pihak yang merasa kebakaran jenggot sehingga menjadi seperti anak kecil yang terancam kehilangan mainan.
Padahal, menurut Bambang, kehadiran Densus Tipikor Polri tidak akan mengurangi proyek-proyek kerja sama KPK dengan berbagai pihak dan berbagai program yang dibiayai APBN. Selain itu, Densus Tipikor Polri menurut Bambang tidak akan menggangu juga masuknya aliran dana bantuan asing yang selama ini masuk ke berbagai pihak melalui endorsmen KPK untuk tetap memfestivalisasi isu-isu pemberantasan korupsi yang kerap melahirkan kegaduhan dan mengganggu pembangunan.
"Jadi, harusnya ya santai saja," kata Bambang, Ahad (22/10).
Bambang menyebut, seharusnya tidak ada yang perlu ditakutkan atau dipersalahkan jika kehadiran Densus Tipikor nantinya akan menimbulkan kegaduhan. Sebab, kegaduhan akan berhenti dengan sendirinya setelah semua orang paham akan peran dan fungsi Densus Tipikor.
"Persoalannya adalah siapa yang akan memicu kegaduhan dari kehadiran Densus Tipikor itu? Sudah barang tentu kelompok-kelompok yang merasa akan sangat terganggu dengan beroperasinya Densus Tipikor. Mereka adalah kelompok yang merasa nyaman dengan kelemahan dan kekurangan KPK saat ini," ucap politikus Partai Golkar ini.
Kelompok tersebut, kata Bambang, tak peduli pada fakta tentang korupsi yang semakin marak. Karena merasa terganggu, mereka pasti akan menggalang kekuatan atau opini untuk menentang kehadiran Densus Tipikor.
Politikus berusia 55 tahun ini menilai Densus Tipikor yang digagas oleh Mabes Polri sangat relevan lantaran korupsi semakin marak dan KPK tak mampu mencegah kecenderungan itu. Lagi pula, merespons kasus-kasus Tipikor bukanlah pekerjaan yang diharamkan untuk Polri. Sebaliknya, pekerjaan itu merupakan kewajiban Polri.
Sehingga, dengan jelajah kerja yang membentang dari pusat hingga ke semua pelosok daerah, Densus Tipikor bukan hanya diharapkan mampu menghadirkan efek gentar, melainkan harus bisa menghadirkan efek gentar berperilaku korup yang ditumbuhkan di semua ruang publik.
"Biarlah semua orang merasa diawasi oleh personil Densus Tipikor. Karena merasa diawasi, siapa pun akan gentar untuk berperilaku korup," ucapnya.
Dalam konteks ini, tambah dia, pengawasan terhadap setiap oknum dalam skala yang moderat bukanlah sebuah kesalahan. "Pendekatan seperti ini diperlukan dalam rentang waktu tertentu dengan tujuan terbangunnya budaya anti korupsi," ujarnya.