REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Persatuan Jaksa Indonesia Reda Manthovani menyatakan personel jaksa tidak perlu berada satu atap dalam Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebab Kejaksaan gung telah mempunyai Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK).
"Dalam pasal 2 UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI ditegaskan bahwa kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang yang dilaksanakan secara merdeka dan kejaksaan adalah satu tidak terpisahkan," ujarnya dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (22/10).
Selain itu, Reda mengatakan, dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Adapun badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, yakni meliputi kepolisian negara RI, kejaksaan RI.
Konsep Densus Tipikor yang diusulkan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam rapat gabungan di Komisi III DPR, yakni pertama lembaga tersebut dibentuk satu atap dengan kejaksaan dan dipimpin secara kolektif kolegial.
Kedua, Densus ini dibentuk dengan membentuk satu kelompok kerja dengan Kejaksaan Agung sebagaimana Densus 88 antiteror yang memiliki partner kerja yaitu Satgas Penanganan Tindak Pidana Terorisme di Kejaksaan Agung.
Sementara itu, Akademisi Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Junaedi menuturkan pembentukan Densus tersebut perlu dilihat lebih dalam lagi. Dan saat ini bukan waktu yang tepat untuk menilai itu karena perlu atau tidaknya pembentukan Densus itu tergantung bagaimana nanti isi proposal yang diajukan oleh Polri.
"Kalau butuh atau tidaknya depend on proposal. Jadi proposalnya kan diajukan oleh Polri," kata dia.