REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap orang, terlepas dari level pendidikannya bisa dengan mudah termakan berita palsu dan menyebarkannya di sosial media. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat hingga kini ada lebih dari 800 ribu situs web di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu, ujaran kebencian, konten berbau SARA, pornografi, hoax, narkoba, atau terorisme.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara mengatakan ada dua pendekatan yang dilakukan oleh Kemenkominfo untuk menangkal hoax atau konten negatif, yakni, pendekatan hulu dan hilir. Pendekatan di hilir dilakukan melalui pembatasan akses dan pemblokiran situs atau akun.
"Tidak boleh hanya itu, tapi kita larinya harus lebih ke hulu, yaitu literasi. Jadi bukan hanya infrastruktur fisik, tetapi istilahnya kecerdasan literasi digitalnya juga harus ditingkatkan," kata Rudiantara kepada Republika.co.id belum lama ini.
Rudiantara menjelaskan program penguatan kecerdasan literasi digital harus ditingkatkan. Saat ini, Kominfo menggandeng komunitas pegiat literasi, perguruan tinggi, LSM, korporasi, tokoh publik, juga pemerintah untuk membentuk Gerakan Nasional Literasi Digital #SiBerkreasi.
Rudi menjelaskan, gerakan ini bertujuan untuk mendorong masyarakat agar menciptakan lebih banyak konten positif di internet. Selain itu juga mengurangi dan melawan penyebaran konten negatif, serta mencerdaskan bangsa dengan menjadi pelaku internet yang bijak.
#SiBerkreasi bergerak dengan mendorong masuknya konten literasi digital dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan-pelatihan informal ASN. Juga mendorong penyebaran konten positif dalam bentuk populer secara luas di masyarakat, serta mendorong lahirnya komunitas konten positif di setiap daerah.
Menurut Rudi, gerakan ini telah didukung oleh 42 komunitas yang kesemuanya bergerak meningkatkan kecerdasan literasi digital. Rudi berharap suatu saat kelak masyarakat Indonesia dapat menetapkan yang mana konten positif, yang mana konten negatif.
"Pemerintah tetap melakukan penutupan konten negatif, tapi kalau timbul kesadaran dan kemampuan dari masyarakat untuk menentukan itu akan lebih bagus. Artinya kedewasaan masyarakat lebih tinggi, kedewasaan bangsa ini juga lebih tinggi," kata Rudiantara.
Dalam peluncurannya awal bulan Oktober ini, Ketua Umum Gerakan #SiBerkreasi, Dedy Permadi mengatakan kebutuhan literasi digital di Indonesia sangat mendesak dan tidak bisa ditunda lagi. Pertumbuhan pengguna internet yang sangat cepat tidak diimbangi dengan literasi digital atau pendidikan tentang cara menggunakan internet.
"Akibat dari ketimpangan itu sekarang sudah mulai kita rasakan, mulai dari penyebaran berita palsu (hoax) yang meresahkan, maraknya cyberbullying di kalangan anak muda, sampai pada isu banyaknya ujaran kebencian yang menyebabkan potensi perpecahan di tengah masyarakat," kata Dedy.
Menurut Dedy, usaha ini hanya bisa efektif jika dilakukan secara masif, sistematis, dan sinergis. Gerakan #SiBerkreasi didukung oleh berbagai unsur masyarakat, seperti komunitas, akademisi, media, pelaku bisnis, persatuan artis, dan lembaga pemerintahan. Beberapa pekerja seni yang mendukung kegiatan ini antara lain Marcella Zalianty, Yosi Mokalu (Project Pop), Marsha Tengker, Dennis Adhiswara, dan sebagainya.