REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pengawasan pengelolaan dana desa perlu ditangani secara serius dengan melibatkan elemen penting di pemerintahan.
Mendagri mengatakan banyaknya kasus penyalahgunaan dana desa yang digelontorkan oleh Pemerintah Pusat sejak 2015 merupakan cermin bahwa dana desa belum efektif, efisien dan transparan di daerah.
"Salah satunya kasus di Pamekasan yang melibatkan bupati, kajari dan inspektorat wilayah merupakan sinyal bahwa pengawasan terhadap pengelolaan dana desa perlu segera ditangani secara serius," kata dia, Sabtu (21/10).
Selama 2016, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mencatat sedikitnya 900 kasus dugaan penyalahgunaan dana desa. Sejumlah kasus tersebut di antaranya diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (Polri).
Guna menghindari adanya tumpang tindih dalam pengawasan dan penindakan terkait penyalahgunaan dana desa, Mendagri, Menteri Desa Eko Putro Sandjojo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menandatangani nota kesepahaman tentang pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dan desa.
"Diharapkan ke depannya, melalui nota kesepahaman ini, kerja bersama di setiap kementerian, lembaga dapat disegerakan sehingga dana desa dapat memberikan manfaat kepada seluruh warga desa dan proses penyelenggaraan pemerintahan desa dapat lebih efektif," ujar Tjahjo.
Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bahwa dana desa bertujuan agar desa dapat menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat di desa.
Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut ditransfer sebesar Rp 20,7 triliun di 2015, Rp 46,9 triliun di 2016, lebih dari Rp 60 triliun di 2017, dan semakin meningkat pada 2018 dengan rencana anggaran sebesar Rp 80 triliun - Rp 120 triliun.
Terkait meningkatnya kucuran dana ke desa tersebut, KPK telah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah terkait kelemahan kebijakan dalam pengelolaan dana desa. Kelemahan tersebut terkait koordinasi, pemahaman teknis, kurangnya sumber daya, lemahnya kompetensi dan tidak adanya infrastruktur yang mendukung.