Kamis 19 Oct 2017 19:11 WIB

PPP Terima Perppu Ormas dengan Catatan

Komisi II DPR dan Pemerintah kembali menggelar rapat pembahasan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas pada Senin (16/10).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Komisi II DPR dan Pemerintah kembali menggelar rapat pembahasan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas pada Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi mengatakan, partainya menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) dengan catatan. Catatan PPP yaitu, setelah Perppu Ormas disetujui DPR, maka perppu harus segera direvisi.

"Setelah mendengarkan paparan pemerintah khususnya terkait bukti-bukti kegentingan memaksa, kami harap kalau diterima. Namun, harus dengan catatan yaitu segera direvisi dan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2018," kata Achmad Baidowi atau Awiek di Gedung Nusantara, Jakarta, Kamis (19/10).

Dia mengatakan, kalau Perppu Ormas disetujui maka harus segera dimasukkan dalam Prolegnas 2018, bisa diajukan oleh pemerintah maupun DPR. Menurut anggota Komisi II DPR itu ada beberapa poin yang harus direvisi dalam Perppu Ormas seperti belum jelasnya klasifikasi ormas karena ada yang berskala nasional, regional, dan lokal.

"Ada ormas yang mengatur dan membidangi seluruh bidang kehidupan masyarakat misalnya PBNU dan Muhammadiyah namun ada ormas yang memiliki segmen tersendiri sehingga harus dibedakan serta tidak bisa disamaratakan," ujarnya.

Poin kedua menurut dia, fungsi pengadilan dalam proses pembubaran ormas belum eksplisit dicantumkan dalam Perppu Ormas. Karena sebelumnya, fungsi pengadilan ada sebatas pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung (MA) namun saat ini dihapus sama sekali.

Menurut dia, dalam Perppu Ormas harus ditegaskan bahwa setiap pembubaran ormas dilakukan dengan gugatan ke pengadilan. "Kalau ada gugatan ke pengadilan yang menilai seperti logika hukum umum karena selama ini kalau mau cabut SK minta izin pengadilan dahulu. Kalau tidak setuju SK dicabut maka ajukan gugatan ke pengadilan namun di Perppu ini tidak ada," tuturnya.

Selain itu menurut dia, dalam Perppu Ormas terkait otoritas yang menafsirkan seorang atau kelompok anti-Pancasila harus diperjelas. Alasannya, jika kewenangan diberikan kepada Mendagri, maka yang dikhawatirkan ketika rezim berganti maka akan terjadi balas dendam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement