Rabu 18 Oct 2017 05:02 WIB

Kritik Pertama untuk Anies Baswedan

Abdullah Sammy.
Abdullah Sammy.

Pribumi atau bumiputera dahulu tertuang dalam undang-undang kolonial Belanda tahun 1854. Ini tentang klasifikasi sosial dalam masyarakat yang menempatkan penduduk asli Indonesia, 'Inlander' sebagai masyarakat dengan golongan paling rendah. Isu pribumi ini kembali ramai  pada 1998. Dan ini yang menimbulkan kenangan pahit bagi ras tertentu yang kala itu disudutkan sebagai non-pribumi.

Tapi saya masih meyakini bahwa ucapan Anies sama sekali tak sesuai dengan maksud diskriminasi ras. Saya juga tak sepaham dengan tudingan sejumlah pihak yang menuding sang gubernur membangkitkan sentimen negatif di tengah masyarakat.

Tapi apa pun maksud ucapan Anies, saya pribadi memandang diksi pribumi kurang tepat disampaikan dalam pidato pelantikan gubernur DKI Jakarta. Terlebih, kita mengetahui bersama bahwa Pilkada DKI Jakarta memunculkan tensi yang tinggi di tengah masyarakat.

Jadi alangkah elok apabila pidato yang disampaikan Anies mampu meredakan tensi politik. Pidato Anies sebaiknya memakai diksi yang lebih plural. Diksi atau kalimat yang diucapkan hendaknya pula menutup ruang ambiguitas dan menghilangkan potensi untuk melukai kalangan lain.

Saya jadi teringat kala Anies mengktik Ahok atas ucapannya yang kerap menimbulkan polemik saat masih menjabat sebagai gubernur. "Seorang pemimpin harus mampu menjaga kata-kata. Sebab, perkataan bisa menimbulkan perpecahan."

Rasanya ucapan Anies ini penting untuk diresapi sendiri olehnya yang kini bertukar posisi dengan Ahok.  Saya sendiri masih haqqul yakin kata-kata Anies bukan untuk memecah atau melukai kelompok tertentu.

Sebab jika dicermati secara lebih seksama, ucapan Anies sebelum memakai diksi pribumi didahului pada frasa 'kita semua'. Dan ada jeda dari kata 'kita semua' baru kemudian diikuti kata 'pribumi'. Jadi jelas ucapan Anies itu bukan dalam kesatuan kalimat, 'kita semua pribumi' tapi 'kita semua' dan 'pribumi'.

Tapi kadang kala bahasa verbal kerap salah ditangkap atau sengaja diputarbalikkan oleh pihak tertentu. Ini terutama jika si pengucap memakai diksi yang kurang tepat atau menimbulkan ambiguitas. Dan dalam konteks pidato Anies, diksi pribumi sangat mudah diputarbalikkan maksudnya.

Dari sisi ini Anies mesti sadar bahwa banyak pihak yang membidik sedikitpun kesalahannya demi tujuan menjatuhkan. Jangankan salah, sekalipun Anies berbuat benar saja akan tetap ada 'haters'-nya yang menilainya salah. Karena itu Anies mesti hati-hati dalam berbuat, melangkah, dan berkata.

Tapi di sisi lain, tugas jurnalis bukan untuk menjaga si pejabat dari kalangan haters yang sengaja menyudutkannya. Seperti kata seorang Taylor Swift, haters gonna be hate. Dan tugas jurnalis bukan untuk menjadi haters atau fans boy tapi memberitakan apa adanya untuk kepentingan rakyat.

Dan jadi kepentingan kita bersama untuk mengkritisi ucapan pejabat jika dirasa kurang tepat, tak peduli jika pejabat itu memakai nama Jokowi, Ahok, atau Anies Baswedan sekalipun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement