Ahad 15 Oct 2017 08:35 WIB

Moratorium Pengiriman TKI ke Timur Tengah Dituntut Dicabut

Suasana Forum Grup Discussion (FGD) di Bakoel Coffee, Jakarta, Sabtu (14/10).
Foto: Muhammad Subarkah
Suasana Forum Grup Discussion (FGD) di Bakoel Coffee, Jakarta, Sabtu (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kalangan aktivis buruh migran menuntut agar keputusan terkait dengan moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sektor domestik ke Timur Tengah segera dicabut. Hal ini karena aturan hukum itu melanggar HAM dan juga terbukti tidak dapat menghambat pengiriman TKI yang unprosedural.

‘’Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 tahun 2015 misalnya ternyata dilapangan tidak efektif. TKI unprosedural atau TKI gelap di sektor privat tetap datang ke Arab Saudi. Mereka bisa datang melalui beragam cara. Jadi keputusan menteri ini tidak efektif sehingga tidak tepat bila dia mengakan moratorium TKI ke Timur Tengah akan berlangsung hingga 'Yaumul Qiyamah' (hingga tibanya hari kiamat,’’ kata  Jamaludin Suryohadikusumo, Ketua Umum Forum Buruh Migran, dalam diskusi tentang ‘Tata Kelola Pengiriman TKI ke Timur Tengah’ di Jakarta, Sabtu sore (14/10).

Menurutut Jamaludin, di forum internasional yakni melalui konfrensi di Jenewa, adanya aturan mengenai pelarangan pengiriman TKI sektor privat ke Timur Tengah, juga sudah dinyatakan melanggar HAM. Ini karena dalam faktanya pengiriman TKI dalam sektor yang sama juga dilakukan ke berbagai wiayah lain, misalnya ke negara Asia Timur seperti Taiwan,  Jepang, Hongkong, Korea Selatan, hingga ke Singapura dan  Malaysia.

“Jadi harus ada perlakuan yang sama, sebab kalau  dikatakan pengiriam TKI ke Timur Tengah banyak bermasalah, pengiriman TKI ke Asia Timur dan negara lainnya juga banyak bermasalah. Pada sisi lain, pada faktanya pula, negara seperti Arab Saudi pun kini sudah punya aturan perundangan yang mengatur soal perlindungan tenaga kerja asing di negaranya,’’ kata Jamaludin.

Menurut Jamaludin, dalam soal perlindungan TKI khususnya yang bekerja di Arab Saudi, selama ini selalu terkait dengan sikap emosional terkait dengan adanya hukuman mati kepada pelaku pidana yang dilakukan beberapa TKI. Keluarnya keputusan untuk pelarangan pengiriman TKI ke Arab Saudi misalnya muncul karena adanya pemberlakukan hukuman pancung.

‘’Selalu saja begitu. Di masa pemerintahan Presiden SBY dan di masa pemerintahan Jokowi di tahun 2015 selalu saja begitu. Begitu ada keputusan pengadilan di Arab Saudi tentang pelaksanaan hukuman mati tak beberapa lama kemudian muncul larangan pengiriman TKI sektor privat ke sana,’’ katanya.

Sementara itu, aktivis perlindungan TKI di Jeddah, Syarif Rahmat mengatakan meski ada larangan pengiriman TKI sektor privat ke Timur Tengah, ternyata pengiriman TKI ini tetap saja terjadi. Para pekerja sektor rumah tangga itu tetap berdatangan. Dan ia pun melihat langsung bahwa ke datangan mereka itu benar-benar terjadi.

‘’Khusus untuk Arab Saudi, para TKI itu tetap datang meski statusnya unprosedural. Mereka sampai ke Arab Saudi dengan berbagai macam cara. Nah, meski unprosedural, namun ketika sampai di Arab Saudi mereka tetap bisa bekerja. Dan jumlah mereka pun sangat besar. Setidaknya setiap tahun lebih dari 30 ribu TKI unprosedural datang dan bekerja di Arab Saudi,’’  tegasnya.

Menurut dia, sembari menunggu pengesahan undang-undang yang terkait tentang perlindunga tenaga kerja di DPR, seharusnya moratorium pengiriman TKI dicabut. Dan bersamaan dengan itu secara terbatas dimulai kembali pengiriman itu dengan disertai berbagai macam penyempurnaan aturan dan kelembagaan agar ekses negatif dari pengiriman TKI ini tidak terjadi.

''Saya memang tak sepakat dengan pernyataan menteri tenaga kerja bahwa moratorium TKI ke Arab Saudi itu akan berlangsung hingga datangnya hari Kiamat (ila yaumul qiyamah) itu. Sebab, bagaimanpun warga Indonesia butuh lapangan pekerjaan. Apalagi bekerja di Arab Saudi ternyata masih menjadi favorit bagi sebagian besar TKI,'' tegas Syarif Rahmat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement