Sabtu 14 Oct 2017 07:41 WIB
Pelantikan Anies-Sandi

Warisan Reklamasi untuk Anies-Sandi

Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Fakhruddin

Tinggal hitungan hari gubernur-wakil gubernur terpilih DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno akan dilantik. Namun, Anies-Sandi yang gencar menolak proyek reklamasi selama masa kampanye justru diwarisi megaproyek. Warisan itu didapat Anies-Sandi setelah Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mencabut penghentian sementara (moratorium) reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta yang dikeluarkan Rizal Ramli, menko maritim terdahulu sebelum dicopot Presiden Jokowi.

Berikut kami merangkum rekam jejak kontroversi megaproyek reklamasi di Teluk Jakarta.   

1. Setelah dilantik pada 19 November 2014 menggantikan Jokowi, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok langsung mengeluarkan setidaknya empat izin pelaksanaan reklamasi. Pertama, Kepgub DKI Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra. Kedua, Kepgub DKI Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo. Ketiga, Kepgub DKI Nomor 2269 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Pakci. Dan, keempat, Kepgub Nomor 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K Kepada PT Pembangunan Jaya Ancol.

2. Ahok menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi tanpa diawali dengan perda zonasi yang dibahas bersama dengan DPRD DKI. Diketahui, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, syarat untuk melakukan reklamasi adalah adanya izin pengusahaan pengelolaan pesisir (IP3) dan rencana zonasi.

3. Penerbitan izin reklamasi juga tanpa didasarkan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009, KLHS wajib dilakukan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak atau risiko lingkungan hidup.

4. Para nelayan di pesisir utara Jakarta menggugat Ahok atas izin reklamasi Pulau G yang diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudra (anak perusahaan Agung Po domoro Group). Mereka menilai, penerbitan izin tersebut sarat dengan pelanggaran hukum karena tidak mengikuti prosedur yang ditentukan oleh undang-undang.

Nelayan Muara Angke menyambut gembira keputusan sidang usai Persidangan gugatan nelayan terhadap izin reklamasi di PTUN, Jakarta. (Foto: Yasin Habibi/ Republika)

5. Pada Kamis (31/3/2016) KPK menangkap anggota Baleg DPRD DKI Jakarta M Sanusi terkait kasus suap pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) yang berhubungan dengan proyek reklamasi wilayah pesisir Jakarta Utara oleh Pemprov DKI Jakarta. KPK juga menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja, sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus ini.

6. Proyek reklamasi sempat dihentikan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menganggap, kasus itu sebagai grand corruption. Staf Khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja, sempat dicekal KPK meski berakhir pada Kamis (6/10/2016). Karena tidak diperpanjang KPK, Sunny kini bebas beraktivitas dan bepergian keluar negeri, seperti halnya bos PT Agung Sedayu Group Aguan dan Direktur PT Agung Sedayu Group, Richard Halim Kusuma. Lantaran kasus hanya berhenti di Sanusi dan Presdir PT APL, Ariesman Widjaja, Ahok pun ingin agar reklamasi bisa dimulai lagi.

7. Selasa (19/4/2016) Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melaksanakan Rapat Koordinasi Reklamasi Pantai Utara Jakarta di Gedung Kemenko Maritim, Jakarta. Dalam rapat tersebut secara resmi memutuskan untuk menunda proyek reklamasi Teluk Jakarta, karena masih terdapat aturan yang masih perlu dibahas kembali. 

Penghentian sementara (moratorium) pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta tertuang dalam surat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor : 27.1/Menko/Maritim/IV/2016, tanggal 19 April 2016). Pemerintah secara resmi membatalkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta lantaran dinilai melakukan pelanggaran berat karena membahayakan lingkungan hidup, lalu lintas laut, dan proyek vital.

Suasana Pulau G hasil reklamasi di Teluk Jakarta. (Foto: Yogi Ardhi/ Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement